AMALAN TERBAIK 10 HARI TERAKHIR BULAN RAMADHAN

Prof. Maksum Radji

Prof. Maksum Radji

 

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَجَعَلَ الظُّلُمَاتِ وَالنُّورَ ثُمَّ الَّذِينَ كَفَرُوا بِرَبِّهِمْ يَعْدِلُونَ

 

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

 

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ كُتِبَ عَلَيْكُمُ ٱلصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

 

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa”. (QS.Al-Baqarah: 183).

Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman,

 

شَهْرُ رَمَضَانَ ٱلَّذِىٓ أُنزِلَ فِيهِ ٱلْقُرْءَانُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَٰتٍ مِّنَ ٱلْهُدَىٰ وَٱلْفُرْقَان ۚ فَمَن شَهِدَ مِنكُمُ ٱلشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ ۖ وَمَن كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۗ يُرِيدُ ٱللَّهُ بِكُمُ ٱلْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ ٱلْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا۟ ٱلْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا۟ ٱللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَىٰكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

 

“Bulan Ramadhan, adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu ada di bulan itu, maka berpuasalah, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur”. (QS.Al-Baqarah: 185).

 

Jamaah rahimakumullah,

Tanpa terasa bulan suci Ramadhan telah memasuki sepuluh hari terakirnya. Bagi umat Muslim, bulan suci Ramadhan selalu memberikan suasana yang berbeda dan spesial. Ramadhan merupakan waktu yang tepat untuk meningkatkan kualitas iman dan taqwa kita dengan memperbanyak amal ibadah, juga merupakan peluang besar guna mendapatkan pahala yang dilipatgandakan dan ampunan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

 

Dalil-dalil di atas merupakan perintah dan tuntunan luhur bagi orang yang beriman bahwa tujuan utama dari ibadah puasa Ramadhan adalah agar kita senantiasa meningkatkan ketaqwaan kita dan rasa syukur atas kemudahan dan ampunan yang disediakan seluas-luasnya oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala manakala seorang beriman bertemu dengan bulan Ramadhan. Karena taqwa adalah adalah sebaik-baik bekal kita dalam perjalanan panjang menuju Allah Subhanahu wa Taala kelak di yaumil aklhir.

 

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

وَتَزَوَّدُوا۟ فَإِنَّ خَيْرَ ٱلزَّادِ ٱلتَّقْوَىٰ

“dan berbekallah kalian, karena sebaik-baik bekal itu adalah taqwa,” (QS. Al- Baqarah 197).

 

Makna taqwa adalah mengerjakan dengan sungguh-sungguh apa yang diperintahkan oleh Allah dan menjauhi sejauh-jauhnya apa yang dilarang oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.

 

Lantas di mana letak taqwa tersebut?

Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam ketika menjelaskan posisi ketaqwaan seseorang, beliau menunjuk dadanya sebanyak tiga kali berturut-turut, seraya bersabda:

“At Taqwa Ha Huna, Taqwa itu ada di sini”, Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sembari menunjuk dadanya, maksudnya di dalam hati. (HR. Muslim).

 

Hadits di atas menunjukkan bahwa taqwa adalah urusan batin, tetapi aktivitas dari seluruh sendi kehidupannya dapat dilihat secara dhahiriyah akibat ketaqwaan seseorang.

 

Jika taqwa “tumbuh” dalam otak. Maka ia akan memikirkan hal-hal baik dan menepis segala hal yang tidak baik. Jika taqwa “tumbuh” dalam hati, maka ia akan banyak berdzikir dan mensyukuri apapun yang diterimanya dari Allah, dan senantiasa memohon kepada-Nya agar jiwanya selalu menuntun kepada keimanan dan keihsanan. Dan jika taqwa “tumbuh” dalam raganya, maka ia akan maksimalkan raganya untuk berkhidmat dan berbuat sebaik mungkin guna mengerjakan apa yang diperintah-Nya serta menjauhi segala larangan-Nya.

 

Hati yang bersih akar terpeliharanya seseorang dari perasaan berburuk sangka, namimah, fitnah, hasad, ghibah, atau membicarakan aib orang lain. Lidahnya terpelihara dari ucapan kotor dan menghina orang lain serta ia akan bertutur kata dengan baik dan lemah lembut.  Puasa Ramadhan menjadi sarana mensucikan hati dan jiwa agar taat kepada perintah-Nya, sekaligus merupakan bulan pendidikan rohani yang melatih keuletan, kejujuran dan kesabaran guna mencapai pribadi yang tawadhu’ dan taqorrub kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

 

Bagi umat Muslim yang beriman, setelah merasakan kenikmatan-kenikmatan yang telah diraihnya di 10 hari pertama dan 10 hari kedua, tentu akan lebih semangat beribadah pada 10 hari terakhir bulan Ramadhan. Sepuluh hari terakhir Ramadhan inilah hari-hari yang paling dinanti umat Muslim karena memiliki berbagai keutamaan di dalamnya.

 

Dalam sebuah hadits, dari Siti Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata,

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَجْتَهِدُ فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مَا لاَ يَجْتَهِدُ فِى غَيْرِهِ

 

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat bersungguh-sungguh pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan melebihi kesungguhan beliau di waktu yang lainnya.” (HR. Muslim).

 

Dalam riwayat lain disebutkan bahwa,

كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ شَدَّ مِئْزَرَهُ ، وَأَحْيَا لَيْلَهُ  وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ

 

“Apabila Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memasuki sepuluh hari terakhir (bulan Ramadhan), beliau mengencangkan sarungnya, menghidupkan malam-malam tersebut dan membangunkan keluarganya.” (HR. Bukhari dan Muslim).

 

Makna Hadits-hadits di atas adalah menunjukkan keutamaan beramal shalih di sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan. Adapun Ibadah yang dianjurkan untuk diperbanyak antara lain qiyamul lail, berdzikir, berinfaq dan tilawah Al Qur’an.

 

Selain itu, pada 10 hari terakhir menunjukkan kesungguhan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena 10 hari terakhir tersebut adalah penutup bulan Ramadhan yang penuh dengan barokah dan ampunan-Nya. Pada 10 hari terakhir tersebut diharapkan didapatkan malam Lailatul Qadr. Karena hanya dengan bersungguh-sungguh beribadah di hari-hari terakhir tersebut, maka akan dimudahkan untuk mendapatkan maghfiroh dari Allah Ta’ala.

 

Dengan demikian, jelaslah bahwa pada 10 hari terakhir merupakan malam-malam yang sangat dicintai oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan umatnya, karena di dalamnya terdapat keindahan Lailatul qadr yaitu malam kemuliaan yang keutamaannya jauh melebihi beribadah selama 1000 bulan.

 

Keutamaan Sepuluh Hari Terakhir Bulan Ramadhan

Terdapat berbagai keutamaan dan keistimewaan pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan diantaranya adalah,

 

Pertama, diturunkannya Al-Qur’an

Dalam Surah Al-Baqarah ayat 185, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

شَهْرُ رَمَضَانَ ٱلَّذِىٓ أُنزِلَ فِيهِ ٱلْقُرْءَانُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَٰتٍ مِّنَ ٱلْهُدَىٰ وَٱلْفُرْقَان

 

“Bulan Ramadhan, adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil)”. (QS. Al-Baqarah: 185}

 

Kedua, terdapat malam lailatul Qadr yang lebih baik dari seribu bulan

 

Dalam Surah Al-Qadr ayat 2-3 Allah Sibhanahu wa Ta’ala berfirman,

وَمَآ أَدْرَىٰكَ مَا لَيْلَةُ ٱلْقَدْرِ, لَيْلَةُ ٱلْقَدْرِ خَيْرٌ مِّنْ أَلْفِ شَهْرٍ

 

“Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan.” (QS. Al-Qadr: 2-3)

 

Makna ayat di atas adalah saat mengerjakan amal ibadah pada malam lailatul Qadr, nilainya lebih baik dari seribu bulan. Apabila melakukan amal kebaikan, akan dihitung seperti melakukan kebaikan selama seribu bulan.

 

Malam lailatul Qadr juga disebut sebagai penuh barokah karena pada saat lailatul qadar, para malaikat di utus oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk turun ke bumi dan membagi-bagikan rahmat serta barokah bagi manusia yang beribadah dengan sungguh-sungguh di malam itu.

 

Pada malam lailatul Qadar, malaikat Jibril dan malaikat lainya turun ke bumi membawa rahmat, keberokahan, serta kesejahteraan. Maka dari itu, kita dianjurkan untuk memperbanyak membaca doa’ di malam-malam sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. Sungguh, betapa beruntungnya orang yang memperoleh keberokahan di malam lailatul Qadr tersebut.

 

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

تَنَزَّلُ ٱلْمَلَٰٓئِكَةُ وَٱلرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِم مِّن كُلِّ أَمْرٍ, سَلَٰمٌ هِىَ حَتَّىٰ مَطْلَعِ ٱلْفَجْرِ

 

“Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Rabb-nya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.” (QS. Al-Qadr ayat 4-5).

 

Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman,

إِنَّآ أَنزَلْنَٰهُ فِى لَيْلَةٍ مُّبَٰرَكَةٍ ۚ إِنَّا كُنَّا مُنذِرِينَ, فِيهَا يُفْرَقُ كُلُّ أَمْرٍ حَكِيمٍ

 

“Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah,” (QS. Al-Dukhan: 3-4).

 

Lailatur Qadr adalah malam yang sangat indah bagi umat muslim. Pada malam itu, umat muslim tidak hanya diliputi keberokahan tapi juga kesejahteraan.

 

Ketiga, malam yang penuh ampunan

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya bulan Ramadhan ini telah menghampiri kalian. Dan di dalamnya terdapat malam yang lebih baik dari seribu bulan. Barangsiapa yang terhalang dari menjumpainya, maka sungguh dia telah terhalang dari seluruh kebaikan. Dan tidaklah terhalang dari menjumpainya kecuali orang-orang yang merugi.” (HR. Ibnu Majah).

 

Hadits di atas merupakan tuntunan betapa berartinya malam lailatul qadr. Sebab pada malam tersebut seluruh kebaikan diperuntukan bagi orang-orang yang bersungguh-sungguh dalam beribadah. Sedangkan bagi yang melewatkan malam tersebut menjadi orang-orang yang merugi karena tidak mendapatkan apa-apa.

 

Dalam riwayat lain dari Abu Hurairah r.a, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bersabda, “Barangsiapa menegakkan shalat pada malam Lailatul Qadr atas dorongan iman dan mengharap balasan (dari Allah), diampunilah dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Al Bukhari, An-Nasa’i, dan Ahmad).

 

Pada malam tersebut Allah Subhanahu wa Ta’ala membukakan pintu ampunan selebar-lebarnya bagi orang-orang yang bertaubat dengan ikhlas dan bersungguh-sungguh.  

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

رَغِمَ أَنْفُ عَبْدٍ – أَوْ بَعُدَ – دَخَلَ عَلَيْهِ رَمَضَانُ فَلَمْ يُغْفَرْ لَهُ

 

“Celakalah seorang hamba yang mendapati bulan Ramadhan kemudian Ramadhan berlalu dalam keadaan dosa-dosanya belum diampuni” (HR. Ahmad).

Rasulullah juga bersabda,

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

 

“Barangsiapa yang berpuasa karena iman dan ingin mendapatkan pahala, maka diampuni semua dosanya yang telah lalu”. (HR. Bukhari dan Muslim).

 

Tuntunan Rasulullah Mengisi Sepuluh Hari Terakhir Ramadhan

Pertama, meningkatkan ibadah qiyamul lail.

Setiap malam di bulan Ramadhan, umat muslim dianjurkan untuk menghidupkan malam dengan ibadah, tetapi begitu masuk di sepuluh hari terakhir maka ibadahnya harus lebih bersungguh-sungguh.

 

Dalam hadits yang diriwayatkan dari Sayyidah ‘Aisyah disebutkan bahwa,

 

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْلِطُ الْعِشْرِينَ بِصَلَاةٍ وصَوْمٍ وَنَوْمٍ، فَإِذَا كَانَ الْعَشْرُ شَمَّرَ وَشَدَّ الْمِئْزَرَ

 

“Dari ‘Aisyah ra, dia berkata, ‘Pada 20 hari yang pertama (di bulan Ramadhan), Nabi SAW biasa mengkombinasikan antara shalat, puasa dan tidurnya. Namun jika telah masuk 10 hari terakhir, beliau bersungguh-sungguh dan mengencangkan sarungnya.” (HR Ahmad).

 

Dalam riwayat lain disebutkan bahwa,

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ شَدَّ مِئْزَرَهُ وَأَحْيَا لَيْلَهُ وَأَيْ

 

“Jika telah datang 10 hari yang terakhir (di bulan Ramadhan), Rasulullah shallalahu alaihi wa sallam mengencangkan sarungnya, menghidupkan malam-malamnya (dengan beribadah), dan membangunkan keluarganya (untuk beribadah).” (HR. Bukhari dan Muslim).

 

Kedua, melaksanakan I’tikaf

I’tikaf termasuk ibadah yang sangat dianjurkan dilakukan pada 10 hari terakhir Ramadan. Cara melaksanakannya yaitu dengan berdiam diri di malam masjid serta menyibukkan diri untuk beribadah sholat sunah, berdzikir, berdoa’, membaca Al-Qur’an, bershalawat, bertaubat, beristighfar dan aktivitas lainnya yang diniatkan untuk mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

 

Anjuran melaksanakan i’tikaf sebagaimana dikatakan dalam hadits berikut,

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَعْتَكِفُ الْعَشْرَ الْأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللهُ

 

“Dari ‘Aisyah ra, dia berkata, ‘Sesungguhnya Nabi saw beri’tikaf pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan sampai beliau wafat.'” (HR. Bukhari dan Muslim).

 

Dalam hadits lain yang diriwayatkan dari Abu Hurairah turut disebutkan,

كَانَ النَّبيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعْتَكِفُ فِي كُلِّ رَمَضَانَ عَشرَةَ أيَّامٍ، فَلَمَّا كَانَ الْعَامُ الَّذِيْ قُبِضَ فِيْهِ اِعْتَكَفَ عِشْرِيْنَ يَوْمًا

 

“Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam selalu beri’tikaf pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. Kecuali bertepatan pada tahun kewafatannya, Nabi beri’tikaf selama dua puluh hari.” (HR. Bukhari).

 

Ketiga, memperbanyak Shodaqoh

Bershodaqoh dapat dilakukan kapan saja, namun memperbanyak bershodaqoh merupakan salah satu amalan utama di sepuluh hari terakhir sebagai ungkapan rasa syukur atas nikmat dipertemukannya dengan bulan Ramadhan, serta sebagai penyempurna ibadah puasa dan ibadah-ibadah lainnya.

 

Allah Subhanahu wa Taala berfirman,

تَتَجَافَىٰ جُنُوبُهُمْ عَنِ ٱلْمَضَاجِعِ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ خَوْفًا وَطَمَعًا وَمِمَّا رَزَقْنَٰهُمْ يُنفِقُونَ

 

“Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya, mereka berdoa kepada Tuhannya dengan rasa takut dan penuh harap, dan mereka menginfakkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka.” (QS. As-Sajdah: 16).

 

Bershodaqoh pada sepuluh hari terakhir tidak hanya berupa zakat fitrah dan zakal maal, tetapi juga dianjurkan memperbanyak shodaqoh sunnah dalam rangka berbagi kebahagiaan dan memberikan bekal makanan di hari raya Idul Fitri, berbentuk harta, pangan, pakaian, paket shodaqoh lainnya untuk para anak yatim dan dhuafa.

 

Keempat, memperbanyak tadabbhur Al-Qur’an

Mempelajari Al-Qur’an adalah salah satu ibadah yang paling dianjurkan dalam Islam. Pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, kita dianjurkan untuk memperbanyak tilawah Al-Qur’an, karena Ramadan sendiri adalah bulan turunnya Al-Qur’an, sebagaimana yang tertera di dalam QS Al-Baqarah:185.

 

Salah satu kegiatan utama ketika datangnya bulan suci Ramadhan, selain berpuasa, dan sholat tarawih adalah membaca Al-Qur’an. tentunya membaca dengan tajwid yang baik, mentadabburi dan memahami maknanya serta mengamalkan isinya dengan baik.

 

Adapun hadits tentang pentingnya tilawah Al-Qur’an di bulan Ramadhan terdapat pada hadits Ibnu Abbas,

 

“Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam adalah orang yang paling dermawan dalam kebaikan dan sifat dermawannya semakin bertambah pada bulan Ramadhan tatkala malaikat Jibril menemui Beliau untuk mengajarkan Al-Qur’an. Jibril ‘alaihissalam biasa mendatangi beliau setiap malam bulan Ramadhan hingga berakhirnya bulan tersebut. Pada setiap malam itu Nabi senantiasa memperdengarkan bacaan Al-Qur’annya kepada Jibril. Apabila Jibril ‘alaihissalam menjumpai beliau maka beliau sangat dermawan pada kebaikan melebihi angin yang berembus.” (HR. Bukhari dan Muslim).

 

Makna hadits di atas, selalin tuntunan untuk memperbanyak bershodaqoh di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan juga anjuran untuk memperbanyak berinteraksi dengan Al-Quran dan saling mempelajari Al-Qur’an di bulan Ramadhan.

 

Kelima, bersungguh-sungguh dalam meraih Lailatul Qadr dan memperbanyak Doa’

Malam Lailatul Qadr terdapat di antara sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, sehingga umat muslim juga harus bersungguh-sungguh dalam meraih malam kemuliaan tersebut. Cara meraihnya, yaitu dengan memperbanyak ibadah di malam hari. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah bersabda,

تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ

 

“Carilah lailatul qadar pada sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari dan Muslim).

 

Saat beribadah untuk meraih kemuliaan malam Lailatul Qadr, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menganjurkan umatnya untuk berdoa memohon ampunan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

عَنْ عَائِشَةَ، أَنَّهَا قَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَرَأَيْتَ إِنْ وَافَقْتُ لَيْلَةَ الْقَدْرِ مَا أَدْعُو قَالَ:‏ تَقُولِينَ اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي

 

“Dari ‘Aisyah ra, sesungguhnya dia berkata, ‘(Aku pernah bertanya kepada Rasulullah), ‘Wahai Rasulullah, doa apa yang bisa aku baca ketika mendapati Lailatul Qadar?’ Nabi menjawab, ‘Bacalah Allāhumma innaka ‘afuwwun tuḥibbul ‘afwa fa’fu ‘annī (Ya Allah, Engkau Maha Pemaaf dan Engkau mencintai orang yang meminta maaf, karenanya maafkanlah aku)”. (HR Ibnu Majah).

 

Semoga Allah senantiasa melimpahkan rahmat-Nya dan menerima seluruh amal ibadah kita di bulan Ramadhan yang penuh dengan ampunan dan barokah-Nya ini.

Aamiin Yaa Rabbal Aalamiin.

*) Disarikan dari berbagai sumber.

 

 

 

Penulis : Prof. Maksum Radji

Editor : Fajar Andrianto

Bagikan Postingan Ini :

Leave a Reply