Prof Maksum Radji
بِسْمِ ٱللَّٰهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ
اَلسَلامُ عَلَيْكُم وَرَحْمَةُ اَللهِ وَبَرَكاتُهُ
اَلْحَمْدُ ِللهِ الَّذِي هَدَانَا لِهٰذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلَا أَنْ هَدَانَا اللّٰهُ ، اَشْهَدُ اَنْ لۤا اِلٰهَ اِلَّا اللهُ وَاحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ، وَ اَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، لَا نَبِيَّ بَعْدَهُ.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
يٰۤاَ يُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِّنْ قَوْمٍ عَسٰۤى اَنْ يَّكُوْنُوْا خَيْرًا مِّنْهُمْ وَلَا نِسَآءٌ مِّنْ نِّسَآءٍ عَسٰۤى اَنْ يَّكُنَّ خَيْرًا مِّنْهُنَّ ۚ وَلَا تَلْمِزُوْۤا اَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَا بَزُوْا بِا لْاَ لْقَا بِ ۗ بِئْسَ الِا سْمُ الْفُسُوْقُ بَعْدَ الْاِ يْمَا نِ ۚ وَمَنْ لَّمْ يَتُبْ فَاُ ولٰٓئِكَ هُمُ الظّٰلِمُوْنَ
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain, (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok), dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olokkan) perempuan lain, (karena) boleh jadi perempuan (yang diolok-olokkan) lebih baik dari perempuan (yang mengolok-olok). Janganlah kamu saling mencela satu sama lain, dan janganlah saling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk (fasik) setelah beriman. Dan barang siapa tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Hujurat 49: 11).
Jamaah rahimakumullah,
Imam Ibnu Katsir rahimahullah, menyebutkan bahwa ayat di atas merupakan larangan melecehkan dan meremehkan orang lain, karena sifat melecehkan, menghina dan meremehkan orang lain termasuk dalam kategori sifat sombong sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ
“Sombong adalah sikap menolak kebenaran dan meremehkan manusia.” (HR. Muslim).
Meremehkan orang lain adalah suatu yang diharamkan karena bisa jadi yang diremehkan lebih mulia di sisi Allah, sebagaimana firman Allah dalam surah Al-Hujurat ayat 11 di atas.
Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman,
وَا لَّذِيْنَ يُؤْذُوْنَ الْمُؤْمِنِيْنَ وَا لْمُؤْمِنٰتِ بِغَيْرِ مَا اكْتَسَبُوْا فَقَدِ احْتَمَلُوْا بُهْتَا نًا وَّاِثْمًا مُّبِيْنًا
“Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan, tanpa ada kesalahan yang mereka perbuat, maka sungguh, mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata.” (QS. Al-Ahzab: 58).
Jamaah rahimakumullah,
Tuntunan luhur di atas merupakan etika bagi setiap orang mukmin terhadap orang mukmin lainnya, dan juga etika setiap mukmin dengan semua manusia pada umumnya.
Sebagai orang yang beriman, kita tidak diperkenankan meremehkan atau menghina orang lain, karena bisa jadi mereka lebih mulia di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Lantas bagaimana agar kita tidak meremehkan orang lain?
Menurut Imam al-Ghazali, beberapa cara agar seseorang tidak merasa dirinya yang paling baik atau yang paling mulia, antara lain adalah :
Pertama,
Jika kita bertemu dengan orang yang lebih muda, maka katakanlah dalam hati bahwa kemaksiatan dan dosa yang ia lakukan lebih sedikit dari maksiat dan dosa yang pernah kita perbuat, maka sudah pasti dia lebih baik dan lebih mulia dari kita.
Kedua,
Jika kita bertemu dengan orang yang lebih tua, maka kita yakin bahwa ibadah dan kebaikan yang telah ia lakukan lebih banyak dari ibadah dan kebaikan kita.
Sehingga ia juga lebih baik dan lebih mulia dari kita.
Ketiga,
Apabila kita melihat orang yang berilmu, maka katakanlah dalam hati bahwa ia sudah mendapatkan kemuliaan dan anugerah dari Allah Subhanahu wa Ta’ala berupa hikmah ilmu, dimana semua ibadah dan muamalah nya akan berlandaskan ilmu, sehingga ia lebih baik dan lebih mulia dari kita.
Selain itu, bila kita bertemu dengan orang yang kita anggap sebagai orang awam, maka katakanlah dalam hati bahwa jika ia melakukan kesalahan maka pada hakikatnya kesalahan itu disebabkan karena ketidaktahuannya, sementara kita melakukan kesalahan disertai pengetahuan, sehingga ia lebih baik dari kita.
Demikian pula ketika kita berjumpa dengan orang-orang yang gemar berbuat dosa dan maksiat, maka katakan dalam hati bahwa tidak ada yang tahu pada akhir hayat setiap orang, bisa jadi ia akan bertaubat dan mendapatkan hidayah Allah di sisa umurnya, sehingga semua dosa-dosanya akan diampuni oleh Allah.
Semoga Allah senantiasa melimpahkan taufik dan hidayah-Nya bagi kita sehingga kita menjadi orang-orang yang memiliki akhlaqul karimah.
Aamiin yaa Rabbal Aalamiin.
Jum’at 6 Desember 2024.
*). Dirangkum dari beberapa sumber.