Bukan hanya santri yang wajib Hatam Al-Qur’an minimal 2 kali sebagai syarat pulang Libur Lebaran. THR cair hanya untuk Asatidz yang selesai Hatam Al-Qur’an minimal 2 kali. Menjadi pengajar di Pondok Babussalam tidak boleh hanya transfer ilmu. Mereka dituntut untuk menjadi Murobbi – Pendidik dan Pamong.
Begini pesan Kiyai Rik kepada Asatidz “kita harus ibda’ binafsi seperti ulat yang berubah menjadi kupu-kupu yang kemudian menebar manfaat seperti mengawinkan bunga. Jadikan puasa ini bagian dari proses metamorfosis, namun jangan kembali menjadi ulat pasca Ramadhon. Harus istiqomah jangan menjadi sholih yang musiman. Sehingga butuh juga yang namanya kontrol. Seperti seni bonsai, dimana orang Jepang setiap sepekan bonsai harus dikontrol atau bahkan dipruning agar tidak liar. Pun dengan kita harus ada evaluasi. Setelah mampu membangun diri, lalu bil ijtima’i yaitu berubah secara komunitas, sehingga tercipta lingkungan yang kita inginkan. Ketika semua rajin membaca Qur’an maka mereka yang tidak membaca akan merasa asing dan malu. Ketika semua rajin Sholat malam maka yang tidur pun lambat laun akan ikut bangun.” Begitu pesan Kiyai kepada Asatidz Babussalam Socah.
Kita semua juga jangan sampai menjadi guru yang hanya pandai transfer ilmu, kita harus menjadi Murobbi. Guru yang bisa mendidik anak-anak kita menjadi lebih baik dalam akademik, menjadi solusi, agen of change, membuka cakrawala berfikir, dan yang terpenting mampu memberi contoh dalam pelajaran nilai/akhlaq. Begitu imbuh Ust. Safa (-Mudir).
Acara ditutup dengan berbuka puasa bersama. Mudah-mudahan acara iniembawa berkah dan menjadi suplemen untuk perjuangan jihad pendidikan kedepan. Barokallahufikum. Amin