بِسْمِ ٱللَّٰهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ
اَلسَلامُ عَلَيْكُم وَرَحْمَةُ اَللهِ وَبَرَكاتُهُ
الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى أَشْرَفِ الْأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ، وَعَلَى أله وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، أَمَّا بَعْدُ
Jama’ah rahimakumullah,
Waktu sungguh cepat sekali berlalu. Tanpa terasa kita telah berada di 10 hari terakhir bulan Ramadhan, dimana pada malam-malam ini, merupakan momen penuh keharuan dan kekhawatiran.
Keharuan akan istimewanya 10 hari terakhir Ramadhan yang di dalamnya terdapat malam Lailatul qadar, dan kekhawatiran apakah kita masih dapat bertemu lagi dengan bulan Ramadhan tahun berikutnya, dengan keterbatasan umur yang kita miliki.
Oleh sebab itu, pada 10 hari terakhir Ramadhan ini banyak umat Islam yang memanfaatkannya dengan beribadah lebih khusyuk dan lebih berkualitas lagi.
Dalam sebuah hadits dari ‘Aisyah radhiyallahu anha, ia berkata bahwa,
“Rasulullah sangat bersungguh-sungguh beribadah pada 10 hari terakhir (bulan Ramadhan), melebihi kesungguhan beribadah di selain (malam) tersebut.” (HR. Muslim).
Oleh sebab itu, umat Islam sangat dianjurkan untuk bersungguh-sungguh meningkatkan kualitas ibadahnya, pada 10 hari terakhir bulan Ramadhan, agar jangan sampai menyesal jika menyia-nyiakan kesempatan untuk meraih ampunan dan pahala yang berlimpah selama bulan Ramadhan yang sebentar lagi akan meninggalkan kita semua.
Lantas apa saja ibadah utama dalam 10 hari terakhir bulan Ramadhan
Beberapa amal ibadah yang dianjurkan untuk dilakukan antara lain adalah,
Pertama, meningkatkan kualitas Qiyamul lail.
Dalam sebuah hadits shahih yang diriwayatkan oleh imam Bukhari dan imam Muslim disebutkan bahwa,
“Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam ketika memasuki 10 Ramadhan terakhir, beliau mengencangkan ikat pinggang (bersungguh-sungguh dalam ibadah), menghidupkan malam-malam tersebut dengan ibadah, dan membangunkan istrinya untuk beribadah.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Oleh karena itu umat Islam disarankan untuk menghidupkan qiyamul lail, shalat tarawih dan shalat tahajud, guna meraih pahala yang besar.
Kedua, memperbanyak shodaqah.
Shodaqah adalah salah satu amal ibadah yang dianjurkan, terlebih lagi pada 10 hari terakhir bulan Ramadhan.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
“Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya, mereka berdoa kepada Rabb-nya dengan rasa takut dan penuh harap, dan mereka menginfaqkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka.” (QS. As-Sajdah: 16).
Selain itu shodaqoh jariyah merupakan amal jariyah yang pahalanya terus menerus mengalir hingga Yaumil qiyamah walaupun orang yang bershodaqah tersebut telah meninggal dunia.
Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ وَعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ وَوَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
“Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu): shodaqoh jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau doa anak yang sholeh.” (HR Muslim).
Ketiga, I’tikaf.
I’tikaf merupakan ibadah yang dilakukan dengan cara berdiam diri di dalam masjid dan melaksanakan berbagai aktivitas ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan berdzikir, berdo’a, membaca Al-Quran, shalat sunnah, bershalawat, bertaubat dan beristigfar.
Di 10 hari terakhir bulan Ramadhan, Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam menganjurkan untuk melakukan i’tikaf, sebagaimana yang dituturkan oleh Abdullah bin Umar r.a.,
“Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam beri’tikaf pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dengan melaksanakan i’tikaf, khususnya selama 10 hari terakhir Ramadhan berpeluang besar untuk meraih malam Lailatul Qadar.
Pada malam yang mulia ini, para malaikat turun ke bumi, dan Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan kesempatan terindah kepada hamba-Nya untuk melakukan ibadah di malam Lailatul Qadar, dimana pahala, dan kebaikan yang diraihnya setara nilainya dengan melakukan ibadah selama seribu bulan.
Pada malam Lailatul Qadar ini Allah akan memberikan banyak sekali kebaikan pada manusia yang mau beribadah dan memohon kepada-Nya.
Keempat, Memperbanyak tilawah dan memahami ayat-ayat Al-Quran.
Umat Islam dianjurkan untuk memperbanyak tilawah dan tadabbur Al-Qur’an terutama pada 10 hari terakhir bulan Ramadhan. Seseorang dapat memanfaatkan waktu luangnya untuk memahami ayat-ayat suci Al-Qur’an.
Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam bersabda,
“Bacalah Al-Quran, karena dia akan datang pada hari kiamat sebagai pemberi syafaat bagi pembacanya.” (HR. Muslim).
Membaca Al-Qur’an dengan penuh perhatian dan merenungkan maknanya akan membantu seseorang untuk memperdalam pemahamannya tentang ajaran Islam dan meningkatkan kualitas ibadahnya.
Al-Qur’an dapat memberi hidayah bagi manusia jika manusia mampu menghayati ayat-ayatnya dan mengamalkan kandungannya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
كِتٰبٌ اَنْزَلْنٰهُ اِلَيْكَ مُبٰرَكٌ لِّيَدَّبَّرُوْۤا اٰيٰتِهٖ وَلِيَتَذَكَّرَ اُولُوا الْاَ لْبَا بِ
“Kitab (Al-Qur’an) yang Kami turunkan kepadamu penuh berkah agar mereka menghayati ayat-ayatnya dan agar orang-orang yang berakal mendapat pelajaran.” (QS. Sad: 29).
Tadabbur Al-Qur’an mengandung makna memperhatikan dan merenungi dengan saksama ayat-ayat Al-Qur’an.
Mentadabburi Al-Qur’an di bulan Ramadhan adalah sebuah momentum yang baik.
Oleh sebab itu kita dianjurkan sebaiknya tidak sekedar membaca tapi berupaya memahami kandungannya.
Adapun tingkatan seseorang dalam tadabbur Al-Qur’an, apakah hanya sebatas membaca Al-Qur’an, dengan membacanya secara sepintas saja, atau dengan upaya memahami dan mentadabburi Al-Qur’an, sangatlah tergantung pada kemampuan masing-masing individu.
Bagi umat Muslim yang belum bisa bertadabbur atau belum bisa memahami ayat-ayat Al-Qur’an atau belum paham sebagian besar arti ayat-ayatnya, maka bagi mereka masih bisa memperbanyak bacaan Al-Qur’an.
Kerena sesungguhnya memperbanyak bacaan juga dianjurkan guna memperoleh pahala bacaannya.
Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam bersabda,
“Dan orang yang membaca Al-Qur’an, sedang ia masih terbata-bata lagi berat dalam membacanya, maka ia akan mendapatkan dua pahala.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dengan demikian, Allah Subhanahu wa Ta’ala akan memberikan pahala. Di samping pahala membaca Al-Qur’an dengan terbata-bata, juga mendapatkan pahala untuk ibadah tadarusnya dan kemauan serta kelelahannya untuk membaca huruf demi huruf ayat-ayat Al-Qur’an meski terasa menyusahkannya.
Oleh sebab itu teruslah belajar dan mempelajari serta berinteraksi dengan Al-Qur’an secara istiqamah.
Dalam hadits dari Usman bin Affan ra, Rasulullah bersabda,
“Sebaik-baik kalian adalah yang mempelajari Al-Qur’an dan mengajarkannya”. (HR. Tirmidzi).
Justru orang yang merugi adalah seorang hamba yang belum mampu atau belum lancar membaca Al-Qur’an namun enggan meluangkan waktu untuk belajar dan membaca Al-Qur’an.
Sedangkan bagi para ulama dan penuntut ilmu, yang telah mahir membaca dan memiliki kemampuan untuk memahami arti dan makna ayat-ayat Al-Qur’an dan mampu mentadabburinya, tentu akan memperoleh pahala yang besar dan keutamaan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Dalam sebuah hadits shahih disebutkan bahwa,
عن عائشة رضي اللَّه عنها قالتْ : قال رسولُ اللَّهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم : الَّذِي يَقرَأُ القُرْآنَ وَهُو ماهِرٌ بِهِ معَ السَّفَرةِ الكرَامِ البررَةِ. متفقٌ عليه
Dari Aisyah ra, berkata; bahwa Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam bersabda,
“Orang yang membaca Al-Qur’an dan ia mahir membacanya, maka kelak ia akan bersama para malaikat yang mulia lagi taat kepada Allah.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Semoga kita tidak termasuk ke dalam golongan orang-orang yang disebutkan dalam Al-Qur’an pada Surat Al-Furqan Ayat 30,
وَقَالَ ٱلرَّسُولُ يَٰرَبِّ إِنَّ قَوْمِى ٱتَّخَذُوا۟ هَٰذَا ٱلْقُرْءَانَ مَهْجُورًا.
Berkatalah Rasulllah, “Ya Rabb-ku, sesungguhnya kaumku telah menjadikan Al-Qur’an itu sesuatu yang tidak diacuhkan”. (QS. Al-Furqan: 30).
Ayat ini menjelaskan tentang fenomena golongan umat Islam yang telah mengacuhkan dan menjauh dari tuntunan luhur Al-Qur’an.
Mereka enggan mentadabburi makna ayat-ayat Al-Qur’an, bahkan mengabaikan Al-Qur’an sehingga mengakibatkan kerasnya hati mereka dan mudah melakukan perbuatan yang terlarang, bahkan sulit membedakan antara yang hak dan yang batil.
Mereka tidak lagi menjadikan Al-Qur’an sebagai sumber hukum Islam yang utama, yang berisi ajaran moral, etika dan akhlaqul karimah. Mereka telah mengabaikan bahwa Al-Qur’an sejatinya merupakan petunjuk lengkap bagi manusia tentang aturan-aturan hidupnya sehari-hari.
Kelima, memperbanyak doa untuk meraih ampunan Allah.
Pada 10 malam terakhir bulan Ramadhan diyakini oleh orang-orang yang beriman sebagai malam yang memiliki keberkahan dan keutamaan yang luar biasa.
Salah satu keutamaannya adalah adanya malam Lailatul Qadar, malam yang lebih baik daripada seribu bulan.
Tidak heran jika kaum muslimin dianjurkan untuk memperbanyak berdzikir dan berdoa dan bertaubat guna meminta ampunan dan rahmat dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Adapun bacaan do’a yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sebuah hadits,
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَرَأَيْتَ إِنْ عَلِمْتُ أَىُّ لَيْلَةٍ لَيْلَةُ الْقَدْرِ مَا أَقُولُ فِيهَا قَالَ قُولِى اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّى
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata,
“Aku pernah bertanya pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, yaitu jika saja ada suatu hari yang aku tahu bahwa malam tersebut adalah lailatul qadar, lantas apa do’a yang mesti kuucapkan?” Jawab Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Berdo’alah: Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu’anni (artinya: “Ya Allah, Engkau Maha Memberikan Maaf dan Engkau suka memberikan maaf – menghapus kesalahan, karenanya maafkanlah aku – hapuslah dosa-dosaku).” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah).
Allah Subhanahu wa Ta’ala juga memerintahkan bagi kita untuk bertaubat sesuai dengan berfirman-Nya,
يٰۤاَ يُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا تُوْبُوْۤا اِلَى اللّٰهِ تَوْبَةً نَّصُوْحًا ۗ عَسٰى رَبُّكُمْ اَنْ يُّكَفِّرَ عَنْكُمْ سَيِّاٰتِكُمْ وَيُدْخِلَـكُمْ جَنّٰتٍ تَجْرِيْ مِنْ تَحْتِهَا الْاَ نْهٰرُ ۙ يَوْمَ لَا يُخْزِى اللّٰهُ النَّبِيَّ وَا لَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مَعَهٗ ۚ نُوْرُهُمْ يَسْعٰى بَيْنَ اَيْدِيْهِمْ وَبِاَ يْمَا نِهِمْ يَقُوْلُوْنَ رَبَّنَاۤ اَ تْمِمْ لَـنَا نُوْرَنَا وَا غْفِرْ لَـنَا ۚ اِنَّكَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ
“Wahai orang-orang yang beriman! Bertobatlah kepada Allah dengan tobat yang semurni-murninya, mudah-mudahan Rabb-mu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak mengecewakan Nabi dan orang-orang yang beriman bersama dengannya; sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka berkata, “Ya Rabb kami, sempurnakanlah untuk kami cahaya kami dan ampunilah kami; sungguh, Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. At-Tahrim 66: Ayat 8).
Ayat di atas menjelaskan tentang tobat nasuha, yaitu tobat yang semurni-murninya.
Allah menjanjikan surga bagi orang-orang yang bertobat dengan taubatan nasuha, yang dilakukan dengan menyadari kesalahan, menyesali kesalahan, memohon ampun kepada Allah, serta bertekad tidak akan mengulanginya dan memperbanyak amal shaleh.
Semoga kita dapat memanfaatkan waktu di hari-hari terakhir bulan Ramadhan ini dengan sebaik-baiknya untuk mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan mendapatkan maghfiroh-Nya.
Semoga setiap amal ibadah kita selalu diridhai oleh-Nya.
Aamiin yaa Rabbal Aalamiin.
Depok, Jum’at 21 Maret 2025.
*). Disarikan dari beberapa sumber.