ustadz riksuhadi
Babussalam, Ada lagi istilah malas yang disebut dengan Futur adalah kemalasan setelah sebelumnya giat dan bersemangat. Ini adalah Sebagian dari tabiat buruk yang diberikan Allah kepada manusia. Baik futur dalam urusan agama atau dalam urusan dunia. Seperti malas setelah sebelumnya rajin dalam menuntut ilmu, rasa malas setelah sebelumnya rajin beribadah, rajin menulis tiba-tiba berhenti dan enggan atau malas untuk melakukan kegiatan menulis lagi, dan sebagainya.
Dalam Lisanul Arab, Ibnu Mandzur mengatakan bahwa futur adalah, putus setelah tersambung, dan lembut setelah keras.
Menurut Ar-Raghib dalam Al-Mufradat fi Gharibil Qur’an, Futur artinya putus setelah tersambung, lembut setelah keras, dan lemah setelah kuat.
Siapapun manusia, bahkan yang muslim sekalipun, akan pernah mengalami titik jenuh, bosan, dan penurunan semangat (futur) di dalam dirinya, setelah sebelumnya sangat bersemangat, giat, bekerja keras, dan rajin beribadah, setelah itu kemudian menjadi apatis, antusiasme nya melemah, semangatnya untuk melakukan kebaikan mengendur, karena dia lemah terhadap godaan kemalasan dan kenyamanan.
Setiap orang memiliki tingkat dan ragam futur sesuai dengan kadar kejenuhan dan hal yang sedang dialaminya. Akan sangat berbahaya sekali jika futur ini terjadi pada hal-hal yang sifatnya wajib, seperti futur pada shalat wajib misalnya, maka akan jatuh kepada haram, karena dia telah melakukan perbuatan dosa dengan cara meninggalkan perintah Allah Subhanahu wata’ala.
Namun jika futur nya ini terjadi pada hal-hal yang sifatnya sunnah, misalnya shalat malam nya masih suam-suam kuku , membaca al-Qur’an yang kurang rutin, atau porsi waktu dalam menuntut ilmu kurang, namun dalam perkara-perkara yang wajib dia masih eksis, masih terpelihara dan masih bisa menahan diri dari perbuatan dosa-dosa besar dan hal-hal yang diharamkan maka dia masih berada dalam zona aman dan selamat.
Seseorang yang sedang mengalami futur atau jenuh terhadap suatu aktivitas yang rutin dikerjakan biasanya ia cenderung untuk diam, bermalas malas atau mencari alternatif lain untuk menghilangkan rasa jenuhnya kepada hal atau aktivitas yang lain, yang terkadang aktivitas penggantinya itu bisa bernilai negatif atau sesuatu yang dilarang dalam agama, seperti miras, narkoba atau dunia hiburan yang berbau maksiat , kalau itu yang menjadi pelariannya maka ia akan binasa.
Sunnah Nabi Sebagai Solusi
Seorang muslim harus cerdas serta berhati-hati dalam memilih alternatif saat mengalihkan kejenuhan yang sedang dihadapinya. Hendaknya diarahkan kepada hal-hal yang sifatnya masih selaras dengan sunnah, atau minimal aktivitas yang mubah. Itulah keuntungan yang seharusnya disyukuri karena sunnah sunnah nabi Shallallahu’alaihi wasallam itu banyak sekali bentuk dan ragamnya, sehingga saat seseorang bosan dengan satu aktivitas rutinnya dia masih bisa memilih sunnah sunnah Nabi yang lain yang kahasanahnya sangat banyak, seperti memperbanyak dzikir, tilawah dan tadabbur al-qur’an atau tadabur alam misalnya, sehingga walaupun mengalami masa futur, seorang muslim masih tetap bisa berada dalam koridor jalan yang lurus dan masih mampu berpegang teguh kepada al-Qur’an dan sunnah-sunnah Nabi Shallallahu Alaihi wasallam yang lain, sehingga aman dan selamatlah dia.
Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam:
إِنَّ لِكُلِّ عَمَلٍ شِرَّةً، وَلِكُلِّ شِرَّةٍ فَتْرَةٌ، فَمَنْ كَانَتْ فَتْرَتُهُ إِلَى سُنَّتِي، فَقَدِ اهْتَدَى، وَمَنْ كَانَتْ فَتْرَتُهُ إِلَى غَيْر ذَلِكَ فَقَدْ هَلَكَ
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam telah bersabda, “Sesungguhnya pada setiap amalan ada masa puncak semangat. Pada masa puncak semangat tersebut ada masa bosan (futur). Maka, barangsiapa yang (melampiaskan rasa bosannya) kepada sunnahku, sungguh dia telah selamat. Namun, barangsiapa yang memalingkannya kepada selain sunnah, sungguh dia telah binasa.“
Istiqomah Dalam Amal
Terkadang amal yang kita lakukan akan terasa berat membebani diri jika amal yang kita lakukan itu kurang Ikhlas dan mengambil porsi yang melampaui beban kemampuan, Rasulullah bersabda :
اكْلَفُوا مِنَ الْعَمَلِ مَا تُطِيقُونَ، فَإِنَّ خَيْرَ الْعَمَلِ أَدْوَمُهُ، وَإِنْ قَلّ
“Bebanilah diri kalian dengan amal sesuai dengan kemampuan kalian, karena Allah tidaklah bosan sampai kalian merasa bosan. (Ketahuilah bahwa) amalan yang paling baik adalah amalan yang berkesinambungan walaupun sedikit.” ( Sunan Ibnu Majah )
Dalam hadits yang lain Rasulullah bersabda :
أَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى أَدْوَمُهَا وَإِنْ قَلَّ
“Amalan yang Paling dicintai oleh Allah adalah amalan yang terus menerus dilakukan meskipun sedikit “ ( HR. Bukhari )
Hadits hadits ini mengajarkan kepada umat islam agar tidak berlebihan didalam beramal sehingga melampaui kemampuan Sebab segala sesuatu yang melampaui beban kesanggupan tidak disukai oleh Allah SWT, karena akan mendatangkan kejenuhan dan dapat merugikan diri sendiri serta orang lain. Abdullah bin Amru pernah di tegur oleh Rasulullah karena dia berlebihan dalam beribadah, ia selalu shalat sepanjang malam, puasa sepanjang tahun dan menghatamkan al-Quran sepanjang malam .
Dari Abdullah bin ‘Amru, dia berkata; “Rasulullah SAW menemuiku, lalu beliau bersabda: “Aku memperoleh berita bahwa kamu bangun di malam hari dan berpuasa di siang hari, benarkah itu?” Aku menjawab; “Benar.” Beliau bersabda, “Jangan berlaku demikina, bangun dan tidurlah, puasa dan berbukalah, sesungguhnya tubuhmu memiliki hak atasmu, sesungguhnya matamu memiliki hak atasmu, tamumu memiliki hak atasmu, dan istrimu memiliki hak atasmu. (HR. Bukhari)
Dalam Fathul Bari Ibnu Hajar mengatakan bahwa berdasarkan hadis ini Islam dengan tegas melarang hambanya berlebihan dalam beribadah.
Pernah suatu Ketika ada beberapa orang yang ingin mengungguli ibadah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dengan bertanya kepada istri-istri Rasulullah, “ Anas bin Malik menceritakan, bahwa ada tiga orang datang ke rumah isteri-isteri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam lantas mereka bertanya tentang ibadah rasulullah. Ketika di kabarkan kepada mereka ibadahnya Nabi ﷺ di rumah, adalah demikian dan demikian kalau malam demikian kalau siang demikian. Setelah diceritakan seperti itu seolah-olah mereka merasakan ibadah nabi sedikit. Lantas mereka berkata: “Di manakah kedudukan kita jika dibandingkan dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, sedangkan Beliau telah diampunkan dosanya yang terdahulu dan yang kemudian”. Salah seorang mereka berkata: “Saya akan sentiasa bersembahyang malam”, dan seorang lagi berkata: “Saya berpuasa sepanjang tahun, tidak akan berbuka (tidak ada hari yang tidak berpuasa)”, dan orang yang terakhir berkata: “Saya akan menjauhi perempuan dan tidak akan berkahwin selama-lamanya”. Tiba-tiba Rasulullah datang kepada mereka seraya bertanya: “Kamukah yang mengatakan begini, begini? Demi Allah, sesungguhnya aku lebih takutkan Allah daripada kamu, paling bertaqwa kepada-Nya daripada kamu namun aku berpuasa dan aku berbuka, aku sembahyang dan aku tidur dan aku mengahwini perempuan. Maka dengan itu , sesiapa yang tidak suka akan sunnahku maka dia bukan dari kalanganku. (HR. Bukhari)
Tepat Memilih Waktu
Kita bisa belajar dari Rasulullah cara mengatasi penyakit futur ini. Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam adalah sosok yang paling tidak membosankan, disamping karena keluhuran dan ketinggian akhlaknya, beliau juga sangat pandai memilih waktu yang tepat. Misalnya saat akan menyampaikan pelajaran kepada para sahabat, Rasulullah memilih waktu dan kondisi yang paling tepat, untuk disampaikan kepada para sahabat sehingga para sahabat tidak pernah merasa bosan saat membersamai beliau dan saat menerima wejangan-wejangan dari beliau.
Dalam waktu tertentu Rasulullah menyampaikan Pelajaran kepada para sahabat terkadang dalam bentuk ilustratif dalam bentuk cerita, sehingga mereka terkesima mendengarkannya, salah satu contoh seperti saat Rasulullah menyampaikan kisah tentang “si pembunuh seratus orang”, seperti yang terdapat dalam hadits yang telah diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim. Singkat cerita dalam hadits tersebut , “sipembunuh seratus orang ini diperintahkan oleh orang yang alim untuk meninggalkan kampungnya yang jahat dimana dia tinggal, menuju kampung yang baik, akhirnya si pembunuh meninggalkan kampung itu dan pergi ke tempat yang ditunjuk oleh orang alim sambil menangis menyesali semua perbuatnya. Dari satu kampung ke kampung lain telah dilewatinya dan semakin dekat denga tempat yang dituju. Belum sampai pada tempat yang dituju, sang pembunuh ini meninggal di tengah perjalanan. Saat itu turunlah 2 orang malaikat yang memperebutkan sang pembunuh, yang seorang berkeyakinan untuk menceburkannya ke dalam neraka dan seorang lagi berkeyakinan untuk memasukkannya ke dalam surga.
Karena perebutan terjadi, maka mengadulah kedua malaikat itu kepada Allah SWT. Allah Subhaanahu wata’ala memberikan perintah untuk mengukur jarak antara kampung maksiat dengan tempat yang dituju. Setelah diukur, ternyata sang pembunuh sudah mendekati jarak dengan kampung orang alim (tempat yang ditujunya). Maka surgalah tempat orang itu berada.
Terkadang dalam tempo tertentu Rasulullah menyampaikan kepada para sahabat dalam bentuk narasi pertanyaan, sehingga merangsang rasa ingin tahu para sahabat untuk segera dapat informasi dari Rasulullah, seperti misalnya pertanyaan: “Maukah kalian aku beritahukan tentang amal yang paling baik dan paling suci menurut Tuhan kalian, paling tinggi derajatnya untuk kalian, lebih baik bagi kalian daripada menginfakkan emas dan perak, dan lebih baik bagi kalian daripada bertemu dengan musuh kalian lalu kalian menebas batang leher mereka dan mereka membalas kalian?” Para sahabat menjawab, “Tentu saja.” Beliau bersabda, “Zikir (mengingat) Allah Ta’ala“( HR. Ibnu Majah )
Pada saat yang lain terkadang Rasulullah menggunakan metode mauidzah hasanah berupa nasihat langsung yang sangat penting sehingga membuat para sahabat terperangah mendengarkannya. Seperti saat beliau naik keatas mimbar kemudian langsung menyampaikan peringatan kepada para sahabat “ Sungguh terhina, sungguh terhina, sungguh terhina.” Ada yang bertanya, “Siapa, wahai Rasulullah?” Beliau bersabda, ”(Sungguh hina) seorang yang mendapati kedua orang tuanya yang masih hidup atau salah satu dari keduanya ketika mereka telah tua, namun justru ia tidak masuk surga.” (HR. Muslim)
Pada kesempatan yang lain pula terkadang Rasulullah langsung naik mimbar memberikan ancaman yang cukup keras jika tarjadi persoalan spontan yang harus diketahui khalayak umum. Sehingga pesan penting yang disampaikan menjadi tertanam kuat dalam dada para sahabat untuk menjauhi hal-hal yang menjadi warning dari Rasulullah. Misalnya dalam hadits , “Tidak ada seorang hamba yang Allâh memberikan kekuasaan kepadanya mengurusi rakyat, pada hari dia mati itu dia menipu rakyatnya, kecuali Allâh haramkan surga atasnya.” [HR. Muslim]
Namun terkadang juga Rasulullah menyampaikan berita gembira kepada para sahabat agar para sahabat memiliki sikap optimisme yang kuat dalam beramal untuk kehidupan akhirat mereka, seperti digambarkan dalam hadits, “Sesungguhnya orang-orang yang berlaku adil, pada hari Kiamat kelak, ia berada di atas mimbar dari cahaya di sebelah kanan Allah Azza wa Jalla yang Maha pengasih. Kedua tangan Allah sebelah kanan. (Mimbar tersebut) diberikan untuk orang yang bersikap adil dalam keputusan hukum mereka, keluarga mereka, dan yang mereka kuasai” [HR Muslim].
Meluruskan Niat
Terkadang rasa futur ini muncul saat hati kurang jernih dan terkontaminasi dengan salah satu penyakit-penyakit batiniyah seperti riya’ ujub, sum’ah dan sebagainya sehingga dalam setiap mengerjakan amal hanya berharap perhatian orang lain , dan ingin komen baik serta pujian dari orang lain. Maka disaat sendiri , tidak ada yang peduli dan memperhatikan, stamina amal kebaikannya menjadi anjlok, nafas prilaku kebajikannya menjadi pendek sehingga cepat bosan, dan suka mutung. Disaat seperti inilah obat yang paling ampuh untuk mengatasinya adalah segera Kembali meluruskan niat, memurnikan hati dari segala keinginan untuk diperhatikan selain Allah. Kerena segala perbuatan itu sangat bergantung kepada niat dan ketulusan hati. Sebagaimana telah disabdakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam :
“Sesungguhnya setiap amal itu (tergantung) pada niatnya, dan sesungguhnya seseorang itu hanya mendapatkan sesuai dengan apa yang diniatkannya. Barangsiapa yang hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya (dinilai) karena Allah dan Rasul-Nya, dan barangsiapa yang hijrahnya karena harta dunia yang hendak diraihnya atau karena wanita yang hendak dinikahinya, maka hijrahnya itu hanyalah kepada apa yang menjadi tujuan hijrahnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Penulis : Ustadz riksuhadi
Editor : Fajar andrianto