DUSTA
(oleh: Ust. Rik Suhadi, S.ThI)
Pimpinan Pondok Babussalam Socah
Dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) “dusta”, berarti: “tidak benar” (tentang perkataan); bohong.
Pendapat- Pendapat Tentang Bohong atau Dusta
Imam Nawawi rahimahullah mengatakan, dusta atau bohong adalah: “mengabarkan sesuatu yang menyelisihi kenyataannya baik disengaja ataupun tidak”.
Ibnu Mandzur: “dusta itu lawan dari jujur”.
Imam al-Mawardi, menyatakan hakikat dusta yaitu, “peng-khabaran tentang sesuatu yang bertentangan dengan realita dan peng-khabaran tersebut tidaklah terbatas pada perkataan akan tetapi terkadang dengan perbuatan, seperti dengan isyarat tangan atau denagn anggukan kepala bahkan terkadang dengan sikap diam “. (kitab adab ad-dunya wa ad-din).
Dalam situs Nahimunkar.com disebutkan, kata “ dusta” (kata kerjanya adalah berdusta) memiliki arti sedikit rumit. Kata ini sepertinya digunakan untuk bohong yang sangat berat, jika ditimbang secara moral. Kata “dusta” cendrung digunakan pada saat bohong dilakukan, sekaligus adanya pengingkaran terhadap sesuatu yang diyakini benar oleh umumnya masyarakat. Misalnya kalimat “ ia mendustai agama”, diamksudkan adanya pengingkaran kebenaran agama yang dianggap mutlak.
Perintah Menjauhi Dusta
Dusta atau perkataan bohong haruslah dijauhi karena sangat dialrang oleh agama sebagaimana Firman Allah dalam Al-Qur’an surat Al-Hajj ayat :30
فَاجْتَنِبُوا الرِّجْسَ مِنَ الْأَوْثَانِ وَاجْتَنِبُوا قَوْلَ الزُّورِ
“maka jauhilah olehmu berhala-berhala yang najis itu dan jauhilah perkataan-perkataan dusta ( QS. Al-Hajj :30 ).
Dalam ayat yang lain:
وَلَا تَقُولُوا لِمَا تَصِفُ أَلْسِنَتُكُمُ الْكَذِبَ هَذَا حَلَالٌ وَهَذَا حَرَامٌ لِتَفْتَرُوا عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ إِنَّ الَّذِينَ يَفْتَرُونَ عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ لَا يُفْلِحُونَ
“Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta “ini halal dan ini haram”, untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung. ( QS. An-Nahl : 116).
Rasulullah memerintahkan umatnya untuk menjauhi sifat dusta karena kedustaan akan berakibat keburukan dan keburukan akan menyeret kedalam neraka, sebagaimana Sabda Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِي إِلَى الْبِرِّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِي إِلَى الْجَنَّةِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ صِدِّيقًا وَإِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ فَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِي إِلَى الْفُجُورِ وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِي إِلَى النَّارِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَكْذِبُ وَيَتَحَرَّى الْكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ كَذَّابًا
Dari ‘Abdullah dia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Kalian harus berlaku jujur, karena kejujuran itu akan membimbing kepada kebaikan. Dan kebaikan itu akan membimbing ke surga. Seseorang yang senantiasa berlaku jujur dan memelihara kejujuran, maka ia akan dicatat sebagai orang yang jujur di sisi Allah. Dan hindarilah dusta, karena kedustaan itu akan menggiring kepada kejahatan dan kejahatan itu akan menjerumuskan ke neraka. Seseorang yang senantiasa berdusta dan memelihara kedustaan, maka ia akan dicatat sebagai pendusta di sisi Allah”. ( HR. Muslim No.4721 ).
Ancaman Bagi para pendusta
وَيْلٌ يَوْمَئِذٍ لِلْمُكَذِّبِينَ
“Kecelakaan yang besarlah pada hari itu bagi orang-orang yang mendustakan” (QS. Al-Mursalat: 28)
Pembagian Dusta
Dusta dapat dibagi kedalam beberapa bentuk diantaranya adalah :
- Dusta atau mendustakan Allah
- Dusta atau mendustakan ayat-ayat Allah
- Dusta atau mendustakan uatusan-utusan Allah (para nabi dan Rasul )
- Dusta atau mendustakan Agama ( hari kiamat ).
- Dusta diantara sesama manusia
1). Dusta Terhadap Allah adalah kedholiman Yang paling besar
Tidak ada satu bentuk ke-dholiman terbesar yng dilakukan oleh seseorang dimuka bumi ini selain berdusta atau mendustakan Allah seperti mengadakan sesembahan selain Allah, berdusta atas nama Allah, mengatakan bahwa ada tuhan selain Allah, dan menuduh para malaikat itu adalah anak perempuan Allah, dan mengatakan bahwa Allah memilki anak, dan sebagainya, dan ini tergolong kepada syirik Akbar, Sebagaimana Firman Allah Ta’ala:
فَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ كَذَبَ عَلَى اللَّهِ وَكَذَّبَ بِالصِّدْقِ إِذْ جَاءَهُ أَلَيْسَ فِي جَهَنَّمَ مَثْوًى لِلْكَافِرِينَ
“Maka siapakah yang lebih zalim daripada orang yang membuat-buat dusta terhadap Allah dan mendustakan kebenaran ketika datang kepadanya? Bukankah di neraka Jahannam tersedia tempat tinggal bagi orang-orang yang kafir?” (QS. Az-Zumar : 32).
Mendustakan Allah Akan Mendapatkan Tekanan Sakaratul Maut
Orang yang berdusta atas nama Allah atau mengaku mendapatkan wahyu padahal tidak, itu adalah perbuatan dholim yang terbesar, dan akan mendapatkan tekanan dahsyat saat ruhnya dicabut oleh malaikat , sebagaimana Firman Allah SWT:
وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَى عَلَى اللَّهِ كَذِبًا أَوْ قَالَ أُوحِيَ إِلَيَّ وَلَمْ يُوحَ إِلَيْهِ شَيْءٌ وَمَنْ قَالَ سَأُنْزِلُ مِثْلَ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلَوْ تَرَى إِذِ الظَّالِمُونَ فِي غَمَرَاتِ الْمَوْتِ وَالْمَلَائِكَةُ بَاسِطُو أَيْدِيهِمْ أَخْرِجُوا أَنْفُسَكُمُ الْيَوْمَ تُجْزَوْنَ عَذَابَ الْهُونِ بِمَا كُنْتُمْ تَقُولُونَ عَلَى اللَّهِ غَيْرَ الْحَقِّ وَكُنْتُمْ عَنْ آيَاتِهِ تَسْتَكْبِرُونَ
“Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang membuat kedustaan terhadap Allah atau yang berkata: “Telah diwahyukan kepada saya”, padahal tidak ada diwahyukan sesuatupun kepadanya, dan orang yang berkata: “Saya akan menurunkan seperti apa yang diturunkan Allah.” Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang zalim berada dalam tekanan sakratul maut, sedang para malaikat memukul dengan tangannya, (sambil berkata): “Keluarkanlah nyawamu” Di hari ini kamu dibalas dengan siksa yang sangat menghinakan, karena kamu selalu mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu selalu menyombongkan diri terhadap ayat-ayatNya” (QS. Al-An’am : 93).
2). Dusta Kepada Ayat-ayat Allah
Termasuk ke-dholiman yang teramat besar bagi orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Allah , sebagaimana Firman-Nya :
وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَى عَلَى اللَّهِ كَذِبًا أَوْ كَذَّبَ بِآيَاتِهِ إِنَّهُ لَا يُفْلِحُ الظَّالِمُونَ
“Dan siapakah yang lebih aniaya daripada orang yang membuat-buat suatu kedustaan terhadap Allah, atau mendustakan ayat-ayat-Nya? Sesungguhnya orang-orang yang aniaya itu tidak mendapat keberuntungan”. ( QS. Al-An’am : 21 )
Pintu langit Tertutup bagi yang mendustakan ayat Allah
Dalam tafsir Humud dijelaskan bahwa Allah menutup pintu-pintu langit untuk arwah mereka yang mendustakan ayat-ayat-Nya, amal-amal mereka selama hidupnya tidak terangkat kelangit, juga do’a-do’a yang mereka panjatkan terhambat tidak bisa menembus langit, dan mereka tidak akan dimasukkan kedalam surga-Nya, sampai ada unta masuk kedalam lobang jarum , sebagaimana Firman Allah :
إِنَّ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا وَاسْتَكْبَرُوا عَنْهَا لَا تُفَتَّحُ لَهُمْ أَبْوَابُ السَّمَاءِ وَلَا يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ حَتَّى يَلِجَ الْجَمَلُ فِي سَمِّ الْخِيَاطِ وَكَذَلِكَ نَجْزِي الْمُجْرِمِينَ
“ Sesungguhnya orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan menyombongkan diri terhadapnya, sekali-kali tidak akan dibukakan bagi mereka pintu-pintu langit dan tidak (pula) mereka masuk surga, hingga unta masuk ke lubang jarum. Demikianlah Kami memberi pembalasan kepada orang-orang yang berbuat kejahatan” .( QS. Al- A’raaf : 40 )
Disiksa Di Neraka
وَأَمَّا الَّذِينَ كَفَرُوا وَكَذَّبُوا بِآيَاتِنَا وَلِقَاءِ الْآخِرَةِ فَأُولَئِكَ فِي الْعَذَابِ مُحْضَرُونَ
Adapun orang-orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat Kami (Al Quran) serta (mendustakan) menemui hari akhirat, maka mereka tetap berada di dalam siksaan (neraka). ( QS. Ar-Ruum : 16 ).
3). Mendustakan Rasulullah
Allah berfirman :
وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَى عَلَى اللَّهِ كَذِبًا أَوْ كَذَّبَ بِالْحَقِّ لَمَّا جَاءَهُ أَلَيْسَ فِي جَهَنَّمَ مَثْوًى لِلْكَافِرِين
“Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang yang mengada-adakan kedustaan terhadap Allah atau mendustakan yang hak tatkala yang hak itu datang kepadanya? Bukankah dalam neraka Jahannam itu ada tempat bagi orang-orang yang kafir?” ( Al-Ankabut : 68 ).
dalam tafsir jalalain kalimata كَذَّبَ بِالْحَقِّ لَمَّا جَاءَهُ dimaknai dengan mendustakan nabi atau al-kitab ( al-Qur’an ). Sehingga mendustkan para nabi dan para rasul Allah itu adalah termasuk kedalam kedholiman yang teramat besar.
Mendustakan Rasulullah sama saja dengan mendustakan Allah dan ayat –ayat Allah
sebagaimana Firman Allah :
قَدْ نَعْلَمُ إِنَّهُ لَيَحْزُنُكَ الَّذِي يَقُولُونَ فَإِنَّهُمْ لَا يُكَذِّبُونَكَ وَلَكِنَّ الظَّالِمِينَ بِآيَاتِ اللَّهِ يَجْحَدُونَ
“Sesungguhnya Kami mengetahui bahwasanya apa yang mereka katakan itu menyedihkan hatimu, (janganlah kamu bersedih hati), karena mereka sebenarnya bukan mendustakan kamu, akan tetapi orang-orang yang zalim itu mengingkari ayat-ayat Allah” ( QS. Al-An’am : 33 ).
Dalam ayat ini Allah menghibur Nabi Muhammad s.a.w. dengan menyatakan bahwa orang-orang musyrikin yang mendustakan Nabi, pada hakekatnya adalah mendustakan Allah sendiri, karena Nabi itu diutus untuk menyampaikan ayat-ayat Allah. Bahkan nabi nabi dan para rasul sebelumnya-pun juga didustakan oleh sebagian kaum mereka, sebagaimana Firman Allah:
“ Dan jika mereka (orang-orang musyrik) mendustakan kamu, maka sesungguhnya telah mendustakan juga sebelum mereka kaum Nuh, ‘Aad dan Tsamud, dan kaum Ibrahim dan kaum Luth, dan penduduk Madyan, dan telah didustakan Musa, lalu Aku tangguhkan (azab-Ku) untuk orang-orang kafir, kemudian Aku azab mereka, maka (lihatlah) bagaimana besarnya kebencian-Ku (kepada mereka itu)”. ( QS. Al-Hajj : 42-44 ).
Pendusta Rasul akan mendapat kemurkaan yang hebat Dari Allah
Orang-orang yang mendustakan rasul-rasul Allah mereka aan mendapatkan kemurkaan besar dari Allah sebagaimana Firman Allah :
وَكَذَّبَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَمَا بَلَغُوا مِعْشَارَ مَا آتَيْنَاهُمْ فَكَذَّبُوا رُسُلِي فَكَيْفَ كَانَ نَكِيرِ
Dan orang-orang yang sebelum mereka telah mendustakan sedang orang- orang kafir Mekah itu belum sampai menerima sepersepuluh dari apa yang telah Kami berikan kepada orang-orang dahulu itu lalu mereka mendustakan rasul-rasul-Ku. Maka alangkah hebatnya akibat kemurkaan-Ku. ( QS. Saba’ : 45 ).
Maksud dari sepersepuluh dari apa yang telah Kami berikan kepada mereka ialah pemberian Tuhan tentang kepandaian ilmu pengetahuan, umur panjang, kekuatan jasmani, kekayaan harta benda dan sebagainya.
Mendapatkan ‘Adzab Yang Tak Terduga
Orang –orang yang mendustakan Rasul-rasul Allah akan mendapatkan siksaan dari Allah. sebagaimana Firman Allah:
كَذَّبَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَأَتَاهُمُ الْعَذَابُ مِنْ حَيْثُ لَا يَشْعُرُونَ
“Orang-orang yang sebelum mereka telah mendustakan (rasul-rasul), maka datanglah kepada mereka azab dari arah yang tidak mereka sangka”.( Qs. Az-Zumar : 25 )
Berdusta Atas Nama Rasulullah Diancam Nereka
مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا، فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ
“Barangsiapa berdusta terhadapku maka hendaklah ia persiapkan tempat duduknya di neraka.” ( HR. Bukhari ).
Termasuk berdusta atas nama Rasululah adalah menyampaikan berita atau khabar palsu yang diatasnamakan rasulullah. Sengaja menyampaikan hadits palsu lantas dikatakan berasal dari nabi maka ini juga termasuk dalam katagori mendustakan Rasulullah. Maka berhati-hatilah menyampaikan berita-berita yang belum jelas sumbernya .
4). Mendustakan Agama Atau Hari Kiamat
Ada orang-orang yang mendustakan الدين , Ad-Diin dalam ayat terkadang bisa berarti Agama dan terkadang diarikan dengan hari pembalasan artinya hari dimana semua agama akan diadili dan dibalas oleh Allah . seperti ayat , مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ , . Yang menguasai di Hari Pembalasan , maksudnya adalah “ Yaumiddin” (Hari Pembalasan): hari yang diwaktu itu masing-masing manusia menerima pembalasan amalannya yang baik maupun yang buruk. Yaumiddin disebut juga yaumulqiyaamah, yaumulhisaab, yaumuljazaa’ dan sebagainya.
Ada juga Orang orang yang mendustakan Agama. Sebagaimana Firman Allah:
أَرَأَيْتَ الَّذِي يُكَذِّبُ بِالدِّينِ
Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama?
Maknanya dalam tafsir Humud dijelaskan, Tahukah kamu Muhammad orang yang kafir kepada hari kiamat, kebangkitan, dan hari keputusan (diputuskannya semua perkara termasuk agama).
Dalam QS.Alma’un Allah menjelaskan siapa-siapa yang mendustakan agama:
فَذَلِكَ الَّذِي يَدُعُّ الْيَتِيمَ () وَلَا يَحُضُّ عَلَى طَعَامِ الْمِسْكِينِ
“ Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin”. ( QS. Al-Ma’un : 2-3 ).
Orang yang tidak memiliki kasihsayang kepada anak yatim, yang menghardik, menelantarkan dan membentak mereka adalah termasuk pendusta Agama, pendusta hari kebangkitan, pendusta yaumul hisab. Demikian pula orang yang tidak menganjurkan, mempedulikan kesulitan orang miskin, dalam hal makanan dan kesulitan ekonomi yang ada pada mereka, maka dia juda termasuk pendusta hari akhir dan pendusta agama.
Hukuman bagi yang mendustakan kiamat
وَيْلٌ يَوْمَئِذٍ لِلْمُكَذِّبِينَ
“Kecelakaan yang besarlah pada hari itu bagi orang-orang yang mendustakan” (QS. Al-Mursalat : 28).
Ayat ini berulang-ulang disebutkan dalam Al-Qur’an. mereka yang mendustakan hari kiamat akan mendapatkan panasnya nyala api neraka , sebagaimana Firman Allah :
بَلْ كَذَّبُوا بِالسَّاعَةِ وَأَعْتَدْنَا لِمَنْ كَذَّبَ بِالسَّاعَةِ سَعِيرًا
“Bahkan mereka mendustakan hari kiamat. Dan kami menyediakan neraka yang menyala-nyala bagi siapa yang mendustakan hari kiamat” (QS. Al-Furqon: 11).
5). Dusta Atau Kebohongan Diantara Sesama Manusia
Di era digital yang mutakhir saat ini, di mana dunia medsos sudah menjadi gaya hidup manusia saat ini, begitu banyak informasi berseliweran keluar masuk kepada kita. Informasi itu terkadang bermanfaat bagi kita, tetapi pada sisi lain terkadang ada berita-berita atau peng-khabaran tentang sesuatu yang bertentangan dengan realita, hoax dan beraneka bentuk kebohongan dan kedustaan, menjadikan diri kita terkadang lalai sehingga ikut-ikutan mengecer berita –berita tersebut padahal isinya hoax kebohongan, kesaksian palsu, gunjingan, fitnah dan sebagainya . Inilah salah satu bentuk kebohongan modern dengan daya tular yang sangat cepat yang harus kita waspadai dan jauhi.
Prof Yunahar Ilyas menjelaskan dalam bukunya “ Kuliah Akhlaq “ bahwa ada beberapa macam bentuk kebohongan atau kedustaan yang biasa terjadi di masyarakat diantaranya adalah, khianat, mungkir janji, kesaksian palsu, fitnah, dan gunjing.
A. Khianat
Al-Munawir mengatakan, khianat adalah menyia-nyiakan amanah.
Al-Qurthubi menagatkan dalam tafsirnya, Khianat adalah orang yang menyembunyikan sesuatu.
Al-Jahizh berkata, khianat adalah melanggar sesuatu yang diamanhkan orang kepadanya, berupa harta, kehormatan,kemualyaan, dan mengambil milik orang yang dititpkan dan mengingkari orang yang menitipkan (Tahdzibul Akhlaq).
Al- Qurthubi mengatakan, “khianat” adalah curang dan menyembunyikan sesuatu” (Al-Jami’ liahkamil Qur’an).
Khianat Sifat Orang Munafik
Khianat adalah sejelek-jelek sifat bohong yang terdapat pada seseorang, dan termasuk kedalam sifat sifat orang munafik. Mudharatnya langsung menimpa orang lain. Kalau sifat ini meluas dimasyarakat, pertanda masyarakat tsb akan hancur.
Larangan Khianat
Allah melarang orang-orang beriman berkhianat terutama kepada Allah dan Rasul-Nya . sebagaimana Firman Allah :
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَخُونُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ وَتَخُونُوا أَمَانَاتِكُمْ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui (QS. Al-Anfal : 27).
Dalam ayat yang lain Allah berfirman :
وَلَا تُجَادِلْ عَنِ الَّذِينَ يَخْتَانُونَ أَنْفُسَهُمْ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ مَنْ كَانَ خَوَّانًا أَثِيمًا
“Dan janganlah kamu berdebat (untuk membela) orang-orang yang mengkhianati dirinya. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang selalu berkhianat lagi bergelimang dosa (QS An-Nisa : 107).
Larangan Khianat kepada Yang berbuat Khianat
Rasulullah melarang berlaku khianat walaupun kepada orang yang mengkhianati kita , sebagaimana Sabda Beliau :
أَدِّ الْأَمَانَةَ إِلَى مَنْ ائْتَمَنَكَ وَلَا تَخُنْ مَنْ خَانَكَ
“Tunaikanlah amanah kepada orang yang mempercayaimu dan janganlah engkau mengkhianati orang yang mengkhianatimu!” (HR. Abu Daud).
Mohon Perlindungan dari Khianat
Bahkan Rasulullah sering berdo’a kepada Allah agar dilindungi dari sifat khianat sebagaimana Do’a beliau :
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ الْجُوعِ فَإِنَّهُ بِئْسَ الضَّجِيعُ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ الْخِيَانَةِ فَإِنَّهَا بِئْسَتِ الْبِطَانَةُ
“Ya Allah sesungguhnya aku berlindung kepadaMu dari kelaparan, karena itu adalah seburuk-buruk teman tidur. Dan aku berlindung kepadaMu dari khianat karena itu adalah seburuk-buruk teman” (HR. Abu Daud).
Ancaman Bagi Pengkhianat
- Tidak disukai Allah
Orang –orang yang berkhianat atas apa yang menjadi amanah baginya akan dibenci oleh Allah sebagaimana Firman Allah :
إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْخَائِنِينَ
“Sesungguhnya Allah tidak menyukai (benci) kepada para pengkhianat “ (QS. Al-Anfal: 5 ).
إِنَّ اللَّهَ يُدَافِعُ عَنِ الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ خَوَّانٍ كَفُورٍ
Sesungguhnya Allah membela orang-orang yang telah beriman. Sesungguhnya Allah tidak menyukai tiap-tiap orang yang berkhianat lagi mengingkari nikmat. (QS. Al-Hajj : 38).
- Memegang bendera pengkhianat di hari kiamat
Rasulullah bersabda :
لِكُلِّ غَادِرٍ لِوَاءٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يُعْرَفُ بِهِ
“Setiap pengkhianat diberi bendera pada hari kiamat sebagai tanda pengenalnya” (HR. Bukhari).
لِكُلِّ غَادِرٍ لِوَاءٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يُقَالُ هَذِهِ غَدْرَةُ فُلَانٍ
“Di hari Kiamat kelak setiap pengkhianat akan senantiasa mengibarkan benderanya masing-masing, dikatakan, ‘Ini adalah bendera pengkhianatan fulan” HR. Muslim).
- Diharamkan Surga atasnya
Seorang yang memegang urusan rakyat kemudian sampai menjelang ajalnya dia tetap menghianati amanah yang diembannya maka Allah mengharamkan atasnya surga sebagaimana Sabda Rasulullah :
إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَسْتَرْعِي اللَّهُ عَبْدًا رَعِيَّةً يَمُوتُ حِينَ يَمُوتُ وَهُوَ غَاشٌّ لَهَا إِلَّا حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tidaklah Allah Ta’ala menyerahkan suatu urusan rakyat kepada seorang hamba lalu ketika menjelang ajalnya dia masih saja berkhianat kepadanya melainkan Allah pasti akan mengharamkan surga atasnya” (HR. Muslim).
B. Mungkir Janji
“Ingkar Janji” atau mungkir, adalah mengingkari atau menyelisihi sumpah atau perjanjian yang telah disepakati.
Ibnu Jarir mengatakan, perjanjian adalah apa yang mereka sepakati, berupa sumpah atau perjanjian lainnya. Ali bin Abi Thalhah mengatakan dari Ibnu Abbas, “ Yang dimaksud dengan perjanjian adalah segala yang dihalalkan dan diharamkan Allah, yang difardhukan, and apa yang ditetapkan Allah dalam Al-Qur’an secara keseluruhan, maka jangan kalian menghianati dan melanggarnya.
Hukum Berjanji
Hukum berjanji adalah mubah, sedangkan menepati janji hukumnya adalah wajib. Sebagaimana Allah berfirman :
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَوْفُوا بِالْعُقُودِ
Wahai orang-orang yang beriman penuhilah aqad-aqad ( janji ) itu.
Ingkar janji adalah sifat Munafik
Inkar janji termasuk salah satu sifat sifat orang munafik, maka berhati-hatilah dengan janji-janji yang kita nyatakan, hati-hati dengan sumpah-sumpah yang kita ucapkan.
Rasulullah bersabda :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلَاثٌ إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ
Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tanda-tanda orang munafik ada tiga: apabila dia berbicara niscaya dia berbohong, apabila dia berjanji niscaya mengingkari, dan apabila dia dipercaya niscaya dia berkhianat.” ( HR. Bukhari, Muslim ).
Pembagian Janji
Dalam tafsir Al manar Rashid Ridha membagi janji kepada tiga bagian yaitu :
a. Janji kepada Allah,
b. Janji kepada diri sendiri,
c. Janji kepada sesama manusia.
a. Janji kepada Allah
Janji kepada Allah berupa kesaksian akan adanya Allah , disaat roh ditiupkan kedalam janin manusia di saat manusia dalam kandungan Ibunya. Sebagaimana Firman Allah :
وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِنْ بَنِي آدَمَ مِنْ ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَى أَنْفُسِهِمْ أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ قَالُوا بَلَى شَهِدْنَا أَنْ تَقُولُوا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هَذَا غَافِلِينَ
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuban kami), kami menjadi saksi.” (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)” ( QS. Al-A’raf : 172 ).
b. Janji Kepada Dirinya Sendiri
Manusia terkadang berjanji kepada dirinya baik dalam bentuk niat yang kuat untuk melakukan sesuatu atau dalam bentuk nadzar yang membutuhkan syarat diperolehnya sesuatu yang diinginkannya. Misalanya seseorang yang berjanji kepada dirinya, “ jika aku lulus dan diterima dalam lamaran pekerjaanku ini maka aku berjanji akan bersedekah senilai satu juta rupiah kepada fakir miskin”. Maka janji ini tidak boleh diingkari, harus dipenuhi , tentunya nadzar haruslah nadzar yang baik yang tidak melanggar syari’at. Firman Allah :
وَلْيُوفُوا نُذُورَهُمْ
“…..dan hendaklah mereka memenuhi nadzar mereka….( QS. Al-Hajj : 29 )
c. Janji Kepada Sesama
Janji yang dilakukan bersama orang lain baik secara lisan ataupun tertulis maka wajib dipatuhi dn dilaksanakan. Misalnya berjanji ketemuan dengan saudaranya, berjanji untuk menghadiri suatu acara atau berjanji secara tertulis dalam hal tertentu, dalam perkara yang baik dan dibenarkan oleh syari’at . Allah Subhanahu wata’ala berfirman :
وَأَوْفُوا بِالْعَهْدِ إِنَّ الْعَهْدَ كَانَ مَسْئُولًا
….”dan penuhilah janji, karena janji itu pasti diminta pertanggung jawabannya”. ( QS. Al-Isra’ : 34 ).
d. Ancaman Bagi yang Melanggar Janji
Orang yang melanggar janji akan mendapatkan laknat dari Allah, dari malaikat, dan dari seluruh manusia sebagaimana Sabda Nabi Muhammad Shallallahu “alaihi wasallam :
مَنْ أَحْدَثَ فِيهَا حَدَثًا أَوْ آوَى مُحْدِثًا فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ اللَّهِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ لَا يَقْبَلُ اللَّهُ مِنْهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ صَرْفًا وَلَا عَدْلًا
“Barangsiapa melanggar janji pada orang muslim maka dia akan mendapat laknat Allah, laknat para Malaikat dan laknat semua umat manusia, serta Allah tidak akan menerima tebusan orang tersebut kelak pada hari kiamat” (HR. Bukhari, Muslim).
C. Kesaksian Palsu
Kebohongan model ini banyak mendatangkan kemudharatan besar dalam masyrakat, oarng yang tidak bersalah bisa dijatuhi hukuman berat, nyawa bisa melayang, harta benda bisa ludes, ini karena kesaksian palsu.
Menurut Saikh Al-Utsaimin, persaksian palsu adalah Seseorang bersaksi dengan sebuah persaksian yang dia tahu bahwa persaksiannya itu berbeda atau tidak sesuai dengan perkara yang dipersaksikan (tidak sesuai dengan hakekatnya).
Atau seseorang bersaksi dengan sebuah persaksian yang dia tidak tahu, apakah perkara yang dipersaksikan itu sesuai dengan persaksiannya itu tidak sesuai?
Atau seseorang bersaksi dengan sebuah persaksian yang dia tahu bahwa persaksiannya itu sesuai dengan perkara yang dipersaksikan hanya saja dengan sifat yang tidak nyata.
Ketiga jenis persaksian ini adalah haram. Tidak halal bagi seseorang untuk memberikan persaksian selain persaksian yang dia tahu dengan baik. Jika seseorang bersaksi dengan sebuah persaksian yang dia tahu bahwa persaksiannya itu tidak sesuai dengan perkara yang dipersaksikan, misalnya seseorang yang bersaksi bahwa Fulan meminta sesuatu kepada Fulanah, padahal dia tahu bahwa persaksiannya itu dusta, maka ini termasuk syahâdatuz zûr (persaksian palsu). Atau contoh lainnya, seseorang bersaksi bahwa Fulan itu miskin berhak mendapatkan zakat (bantuan), padahal dia tahu bahwa orang itu kaya.
Dan begitu juga seperti yang dilakukan oleh sebagian orang di hadapan pemerintah, seseorang bersaksi bahwa Si A itu miskin memiliki anggota keluarga berjumlah sekian, padahal dia tahu itu dusta. Orang yang memberikan persaksian palsu itu menyangka dia telah berbuat sesuatu yang bermanfaat dan berbuat baik kepada saudaranya (yang dipersaksikan), padahal sejatinya dia telah menzhalimi dirinya dan menzhalimi saudaranya. Dia menzhalimi dirinya, karena dia telah berbuat dosa dan telah melakukan salah satu dosa besar. Dia juga menzhalimi saudaranya, karena dia telah memberikan kepada saudaranya sesuatu yang bukan haknya dan membuatnya mengambil harta dengan cara batil”. [Syarah Riyâdhus Shâlihin, Bab: Penjelasan Kerasnya Keharaman Syahadat Zûr]
Saksi palsu tergolong kedalam dosa besar
Sabda Rasulullah :
قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَلَا أُنَبِّئُكُمْ بِأَكْبَرِ الْكَبَائِرِ ثَلَاثًا قَالُوا بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ الْإِشْرَاكُ بِاللَّهِ وَعُقُوقُ الْوَالِدَيْنِ وَجَلَسَ وَكَانَ مُتَّكِئًا فَقَالَ أَلَا وَقَوْلُ الزُّورِ قَالَ فَمَا زَالَ يُكَرِّرُهَا حَتَّى قُلْنَا لَيْتَهُ سَكَتَ
“Apakah kalian mau aku beritahu dosa besar yang paling besar?” Beliau menyatakannya tiga kali. Mereka menjawab: “Mau, wahai Rasulullah”. Maka Beliau bersabda: “Menyekutukan Allah, durhaka kepada kedua orangtua”. Lalu Beliau duduk dari sebelumnya berbaring kemudian melanjutkan sabdanya: “Ketahuilah, juga ucapan keji (curang)”. Dia berkata: “Beliau terus saja mengatakannya berulang-ulang hingga kami mengatakannya ‘ Duh sekiranya Beliau diam” ( H.Muttafaqun ‘Alaih ).
Kalau diperhatikan hadits tersebut, penyejajaran dengan syirik dan durhaka kepada kedua orang tua maka perbuatan dusta dalam persaksian penempatannya berada dalam ranking ini. Diulang-ulangnya perkataan rasulullah menunjukkan bahwa dusta dalam kesaksian palsu ini bukanlah dosa yang ringan.
Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalâni rahimahullah berkata, “Lafazh dalam hadits “dan Beliau duduk, sedangkan sebelumnya Beliau bersandar”, menunjukkan bahwa Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan perhatian lebih terhadap masalah ini, sampai Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam duduk padahal sebelumnya Beliau bersandar. Ini menunjukkan adanya penekanan terhadap pengharaman sekaligus menunjukkan keburukannya yang sangat berat. Adapun mengenai penyebab perhatian Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap masalah ini dikarenakan perkataan dusta atau persaksian dusta lebih mudah terjadi di tengah masyarakat dan lebih banyak diremehkan. Karena syirik tidak sesuai dengan hati nurani seorang Muslim, durhaka kepada orang tua ditolak oleh naluri, sedangkan (perkataan) dusta faktor pemicunya banyak sekali, seperti: permusuhan, hasad (iri), dan lainnya. Sehingga dibutuhkan perhatian untuk mengganggapnya (sesuatu yang) besar. Namun bukan berarti (dosa) perkataan dusta lebih besar dibandingkan (dosa) syirik yang disebutkan bersamanya, tetapi karena kerusakan dusta menjalar kepada selain orang yang bersaksi, berbeda dengan syirik yang biasanya kerusakannya terbatas (pada pelakunya)”. [Fathul Bâri, 5/263]
Larangan meyembunyikan persaksian
Allah melarang menyembunykan persaksian bagi para saksi terhadap kesaksian-nya sebagaiman Firman Allah :
وَلَا تَكْتُمُوا الشَّهَادَةَ وَمَنْ يَكْتُمْهَا فَإِنَّهُ آثِمٌ قَلْبُهُ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ
“dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan barangsiapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” (Al-Baqoroh : 283).
Saksi Palsu akan mendapat kemurkaan Allah
Sabda Rasulullah :
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ حَلَفَ عَلَى يَمِينٍ كَاذِبًا لِيَقْتَطِعَ مَالَ رَجُلٍ أَوْ قَالَ أَخِيهِ لَقِيَ اللَّهَ وَهُوَ عَلَيْهِ غَضْبَانُ
“Dari ‘Abdullah radliallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Siapa yang bersumpah palsu (berdusta) yang dengan sumpahnya itu dia bermaksud mengambil harta orang lain atau Beliau bersabda dengan redaksi ‘saudaranya’, maka dia berjumpa Allah sedang Allah murka kepadanya” (HR. Mutafaqqun ‘Alaih).
D. Fitnah
Dalam Ensiklopedi Islam, “Fitnah” berasal dari bahasa arab berarti kekacauan, bencana, syirik, cobaan, ujian, dan siksaan. Dalam al-Qur’an kata “fitnah” disebutkan pada 34 tempat, dan digunakan untuk arti yang berbeda . kitab-kitab hadits pada umumnya memuat bab tertentu tentang fitnah, kitab “ Shahih Bukhari misalnya, memuat 98 hadits tentang fitnah.
Fitnah dalam bahasa Indonesia dipahami sebagai berita bohong atau desas desus tentang seseorang karena ada maksud-maksud yang tidak baik dari pembuat fitnah terhadap sasaran fitnah.
Yusuf Al-Qhardhawi dalam Fatwanya mengatakan, bahwa Fitnah adalah sebagaimana disebutkan dalam kitabullah – berarti ujian dan cobaan. Kata itu berasal dari fatana adz-dzahab (seseorang mem”fitnah” emas) apabila ia meletakkannya diatas api, untuk mengetahui mana yang palsu dan mana yang asli. Kemudian kata ini dipergunakan dalam artian menguji, menekan, dan menyiksa secara umum, sebagaimana firman Allah mengenai ashhabul ukhdud(orang-orang yang membuat parit untuk membakar orang-orang beriman di dalamnya):
إِنَّ الَّذِينَ فَتَنُوا الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ ثُمَّ لَمْ يَتُوبُوا فَلَهُمْ عَذَابُ جَهَنَّمَ وَلَهُمْ عَذَابُ الْحَرِيقِ
“Sesungguhnya orang-orang yang mendatangkan cobaan kepada orang-orang yang mukmin laki-laki dan perempuan kemudian mereka tidak bertaubat, Maka bagi mereka azab Jahannam dan bagi mereka azab (neraka) yang membakar”. (QS. AlBuruj: 10).
Fitnah adalah segala bentuk tindakan yang menyakiti, menyulitkan, berupa ujian, cobaan, tekanan, malapetaka, bencana, kesusahan, masalah, pembunuhan, penindasan, hukuman, penyiksaan dsb. Jika fitnah itu dari Allah maka pasti ada hikmah di baliknya. Namun, jika fitnah itu dari manusia, maka pelakunya berdosa, dikecam dan diancam hukuman oleh Allah SWT (ar-Raghib al-Isfahani, Mufradat Alfaz al-Qur’an, hlm: 623-624).
Arti Fitnah dalam al-Qur’an
Pertama, Fitnah berarti “ujian”.
Allah swt berfirman,
وَاعْلَمُواْ أَنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلاَدُكُمْ فِتْنَةٌ
“Dan ketahuilah bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan” (Al-Anfal 28).
Kedua,Fitnah berarti “tipu daya”.
يَا بَنِي آدَمَ لاَ يَفْتِنَنَّكُمُ الشَّيْطَانُ كَمَا أَخْرَجَ أَبَوَيْكُم مِّنَ الْجَنَّةِ
“Wahai anak cucu Adam! Janganlah sampai kamu tertipu oleh setan sebagaimana halnya dia (setan) telah mengeluarkan ibu bapakmu dari surga” (Al-A’raf 27).
Ketiga, Fitnah berarti “bencana dan siksaan”.
ذُوقُوا فِتْنَتَكُمْ هَذَا الَّذِي كُنتُم بِهِ تَسْتَعْجِلُونَ
(Dikatakan kepada mereka), “Rasakanlah azabmu ini. Inilah azab yang dahulu kamu minta agar disegerakan.” (Adz-Dzariyat 14)
وَاتَّقُوا فِتْنَةً لَا تُصِيبَنَّ الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْكُمْ خَاصَّةً وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
“Dan peliharalah dirimu dari pada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya“ ( QS. Al-Anfal 25 ).
Ke-empat, Fitnah berarti “kesesatan”.
وَمَن يُرِدِ اللّهُ فِتْنَتَهُ فَلَن تَمْلِكَ لَهُ مِنَ اللّهِ شَيْئاً
“Barangsiapa Dikehendaki Allah untuk dibiarkan sesat, sedikit pun engkau tidak akan mampu menolak sesuatu pun dari Allah (untuk menolongnya)” (Al-Ma’idah 41).
Ke-lima, Fitnah berarti “syirik, kufur dan penyembahan berhala”.
وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّى لاَ تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ لِلّهِ
“Dan perangilah mereka itu sampai tidak ada lagi fitnah, dan agama hanya bagi Allah semata.” (Al-Baqarah 193)
Ke-enam, Fitnah berarti “menghalangi agama Allah swt”.
وَاحْذَرْهُمْ أَن يَفْتِنُوكَ عَن بَعْضِ مَا أَنزَلَ اللّهُ إِلَيْكَ
“Dan waspadalah terhadap mereka, jangan sampai mereka memperdayakan engkau terhadap sebagian apa yang telah Diturunkan Allah kepadamu.” (Al-Ma’idah 49)
Perang saudara yang pernah terjadi antar sesama umat Islam juga dikenal sebagai fitnah, yaitu fitnah tuli, bisu dan buta. Sebagaimana diabadikan dalam Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 71 ,
وَحَسِبُوا أَلَّا تَكُونَ فِتْنَةٌ فَعَمُوا وَصَمُّوا ثُمَّ تَابَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ ثُمَّ عَمُوا وَصَمُّوا كَثِيرٌ مِنْهُمْ وَاللَّهُ بَصِيرٌ بِمَا يَعْمَلُونَ
“Dan mereka mengira bahwa tidak akan terjadi suatu bencanapun (terhadap mereka dengan membunuh nabi-nabi itu), maka (karena itu) mereka menjadi buta dan pekak, kemudian Allah menerima taubat mereka, kemudian kebanyakan dari mereka buta dan tuli (lagi). Dan Allah Maha Melihat apa yang mereka kerjakan”.
Literatur mencatat bahwa peristiwa pembunuhan Usman RA. Khalifah ketiga sepeninggal Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, adalah peristiwa al-Fitnatu al-kubra ( fitnah yang besar ), yang pertama, dan peperangan antara Mu’awiyah dan Ali RA sebagai al-fitnah al-kubra yang kedua. inilah gambaran fitnah buta dan tuli, karena mereka sama-sama Islam tanpa melihat siapa sebenarnya yang benar. Al-Qur’an mengambarkan bahwa fitnah lebih kejam dari pembunuhan ( QS. 2 : 191, 217 ). Fitnah disini digambarkan sebagai usaha menimbulkan kekacauan seperti mengusir sahabat dari kampong halamannya, merampas harta mereka, menyakiti atau memnganggu kebebasan mereka beragama. Juga berarti upaya-upaya penganiayaan dan segala perbuatan yang dimaksud untuk menindas Islam dan kaum muslimin.( Ensiklopedi Islam ).
Pertanyaan Umar bin Khottob Tentang Fitnah
Hudzaifah ra berkata: Saat itu kami sedang duduk-duduk bersama Umar. Maka berkatalah Umar, “Siapakah di antara kalian yang tahu betul terhadap sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam yang berkaitan dengan fitnah?” Maka aku pun menjawab, “Akulah orangnya.” Maka, Umar berkata, “Sungguh, engkau terhadap masalah ini termasuk orang yang berani.” Maka aku pun langsung mengatakan permasalah itu di hadapannya, “(Ketahuilah), fitnah yang menimpa seorang laki-laki terkait keluarga, harta, anak, atau tetangganya dapat dilebur dengan shalat, puasa, sedekah, dan melakukan amar makruf dan nahi munkar.” Umar berkata, “Bukan itu yang aku maksudkan, tetapi fitnah yang menerpa (umat Islam) laksana gelombang samudera.” Maka Hudzaifah berkata, “(Tenang saja) engkau tidak akan mengalami pedihnya fitnah itu, wahai Amirul Mukminin, karena antara fitnah itu dan diri Anda terdapat pintu yang tertutup (yang menghalanginya).” Umar balik bertanya, “Apakah pintu tersebut akan terbuka atau didobrak?’ Hudzaifah menjawab, “Pintu tersebut akan didobrak secara paksa.” Kami (perawi) pun berkata, “Apakah Umar juga mengetahui ‘pintu’ itu?” Hudzaifah menjawab, “Iya, dia pun juga mengetahuinya seperti siang yang akan mendahului malam. Ketahuilah, aku tidak menceritakan hal ini dengan mengada-ada. Biarkan aku pergi untuk bertanya langsung kepada Hudzaifah. Maka kami pun menyuruh Masruq untuk menanyakannya, maka Hudzaifah pun menjawab, ‘Pintu itu adalah Umar’.” [HR. Al-Bukhari, bab: Mawâqit Ash-Shalah, hadits no. 525 [Fath Al-Bâri (2/11)]. Hadits ini juga diriwayatkan oleh Imam Muslim: Bab Al-Fitan wa Al-Malâhim, hadits no. 144 [Muslim bi Syarh An-Nawawi (9/215)].
Peringatan Rasulullah Akan Terjadinya Fitnah
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam mengingatkan akan terjadinya fitnah, sebagaimana Sabda Beliau :
“Sungguh, nanti akan terjadi fitnah di mana orang yang tidur lebih baik daripada orang yang duduk, orang yang duduk lebih baik daripada orang yang berdiri, orang yang berdiri lebih baik daripada orang yang berjalan, dan orang yang berjalan lebih baik daripada orang yang berlari.” Abu Bakrah bertanya, “Apa yang Anda perintahkan kepadaku jika aku menemui hal semacam itu?” Beliau menjawab, “Barangsiapa yang mempunyai unta hendaknya dia pergi dengan untanya, barangsiapa yang memiliki kambing hendaknya dia pergi dengan membawa kambingnya, dan barangsiapa yang mempunyai tanah hendaknya dia pergi dengan membawa hasil penjualan tanahnya. Namun bagi mereka yang tidak mempunyai apa-apa hendaknya dia menghantamkan pedangnya pada batu keras (agar rusak) kemudian menyelamatkan diri semampunya.” ( HR. Muslim ).
Pada saat yag seperti ini lakukanlah kebaikan yang bisa dilakukan agar bisa bermanfaat bagi dirinya dan bagi kemaslahatan yang lain.
Pertanyaan Ali Tentang Fitnah
Suatu ketika Rasulullah mengingatkan para sahabat tentang fitnah, beliau bersabda :
”Sesudahku nanti akan ada fitnah-fitnah seperti sebagian malam yang gelap gulita”. Ali berkata, “Saya bertanya, “Bagaimanakah jalan keluarnya ya Rasulullah?” Beliau menjawab, “Yaitu kitabullah (yakni kembali kepada kitab Allah) di dalamnya terdapat informasi tentang apa-apa sebelum kamu, berita mengenai apa-apa sesudahmu, terdapat hukum tentang apa yang terjadi diantaramu, ia menjelaskan yang benar dan yang salah, ia bukan permaianan. Barangsiapa yang meninggalkannya karena sombong (merasa perkasa) niscaya Allah membinasakannya, barangsiapa yang mencari petunjuk kepada selainnya maka Allah akan menyesatkannya. Dia adalah tali Allah yang kuat, cahayaNya yang terang dan peringatan yang bijaksana. Dia adalah jalan yang lurus. Dia tidak bisa digelincirkan oleh hawanafsu, dan tidak pula dapat dicentangperentangkan oleh pendapat manusia. Para ahli ilmu tidak merasa kenyang daripadanya, orang-orang takwa tidak merasa jenuh kepadanya. Dia tidak akan hancur karena banyaknya penentang terhadapnya dan tidak akan habis keajaibankeajaibannya. Dan bangsa jin apabila mendengarnya tidak henti-hentinya mengatakan, “Sesungguhnya kami mendengar bacaan yang menakjubkan”. Baranngsiapa yang mengerti ilmunya maka dia akan maju, barangsiapa yang berkata dengannya pasti benar, barangsiapa yang memutuskan hukum dengannya pasti adil, barangsiapa yang mengamalkannya pasti diberi pahala dan barangsiapa yang menyeru niscaya dia diberi petunjuk ke jalan yang lurus” ( HR. Thirmidzi ).
Mewaspadai Fitnah
Allah Subhanahu wata’ala memerintahkan orang –orang yang beriman agar selalu hati-hati dan teliti dalam menerima berita agar tersebut tidak masuk kedalam fitnah yan berujung penyesalan, sebagaimana Firman Allah :
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ
Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu. ( QS. Al-Hujurat : 6 ).
Ancaman bagi Pelaku Fitnah
Allah Subhanahu Wata’ala menyediakan neraka jahannam bagi pelaku fitnah yang tidak mau bertaubat kepada Allah , sebagaimana Firman-Nya :
إِنَّ الَّذِينَ فَتَنُوا الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ ثُمَّ لَمْ يَتُوبُوا فَلَهُمْ عَذَابُ جَهَنَّمَ وَلَهُمْ عَذَابُ الْحَرِيقِ
“Sesungguhnya orang-orang yang mendatangkan cobaan kepada orang-orang yang mukmin laki-laki dan perempuan kemudian mereka tidak bertaubat, Maka bagi mereka azab Jahannam dan bagi mereka azab (neraka) yang membakar”. (QS. AlBuruj: 10).
E. Ghibah
Pengertian Ghibah ( mengunjing )
Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu berkata :”Ghibah adalah engkau menyebutkan apa yang kau ketahui pada saudaramu, dan jika engkau mengatakan apa yang tidak ada pada dir inya berarti itu adalah kedustaan”
Rasulullah pernah menyatakan tentang apa itu ghibah, sebagaimana sabda beliau :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَتَدْرُونَ مَا الْغِيبَةُ قَالُوا اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ قَالَ ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ قِيلَ أَفَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِي أَخِي مَا أَقُولُ قَالَ إِنْ كَانَ فِيهِ مَا تَقُولُ فَقَدْ اغْتَبْتَهُ وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِيهِ فَقَدْ بَهَتَّهُ
“Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bertanya: “Tahukah kamu sekalian , apakah ghibah itu?” Para sahabat menjawab; ‘Allah dan Rasul-Nya lebih tahu.’ Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: ‘Ghibah adalah kamu membicarakan saudaramu mengenai sesuatu yang tidak ia sukai.’ Seseorang bertanya; ‘Ya Rasulullah, bagaimanakah menurut engkau apabila orang yang saya bicarakan itu memang sesuai dengan yang saya ucapkan? ‘ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata: ‘Apabila benar apa yang kamu bicarakan itu ada padanya, maka berarti kamu telah menggunjingnya. Dan apabila yang kamu bicarakan itu tidak ada padanya, maka berarti kamu telah membuat-buat kebohongan terhadapnya” ( HR. Muslim ).
Syaikh Muhammad Shalih Al-Muanjjid mengatakan , ghibah adalah menyebutkan sesuatu yang terdapat pada diri seorang muslim, sedang ia tidak suka (jika hal itu disebutkan). Baik dalam keadaan soal jasmaninya, agamanya, kekayaannya, hatinya, ahlaknya, bentuk lahiriyahnya dan sebagainya. Caranya-pun bermacam-macam. Di antaranya dengan membeberkan aib, menirukan tingkah laku atau gerak tertentu dari orang yang dipergunjingkan dengan maksud mengolok-ngolok.
Contoh Ghibah
Mengatakan kukurangan pada tubuh seseorang misalnya “dia itu pendek..”, “dia itu hidungnya begini dan begitu…”, “kulitnya hitam”, “belang”, dan sebaginya.
Rasulullah pernah menegur, disaat ‘Aisyah mengatakan “pendek” terhadap seorang wanita sebagaimana sabda beliau :
عَنْ عَائِشَةَ، قَالَتْ: قُلْتُ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: حَسْبُكَ مِنْ صَفِيَّةَ كَذَا وَكَذَا، قَالَ غَيْرُ مُسَدَّدٍ: تَعْنِي قَصِيرَةً، فَقَالَ: «لَقَدْ قُلْتِ كَلِمَةً لَوْ مُزِجَتْ بِمَاءِ الْبَحْرِ لَمَزَجَتْهُ» قَالَتْ: وَحَكَيْتُ لَهُ إِنْسَانًا، فَقَالَ: «مَا أُحِبُّ أَنِّي حَكَيْتُ إِنْسَانًا وَأَنَّ لِي كَذَا وَكَذَا»
Dari ‘Aisyah ia berkata; aku berkata kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, “cukuplah Shafiah bagimu seperti ini dan seperti ini- maksudnya pendek-.” Beliau lalu bersabda: “Sungguh engkau telah mengatakan suatu kalimat, sekiranya itu dicampur dengan air laut maka ia akan dapat menjadikannya berubah tawar.” ‘Aisyah berkata, “Aku juga pernah mencerikan orang lain kepada beliau, tetapi beliau balik berkata, “Aku tidak menceritakan perihal orang lain meskipun aku beri begini dan begini” ( HR. Abu Daud ).
Termasuk ghibah mencela dan merendahkan nasab, meniru-niru cacat orang lain, menyebut –nyebut sesuatu yang dibenci oleh saudaranya, termasuk menjelek-jelekkan, penceramah, aibnya, dengan maksud mempermalukannya, baik dengan dengan terang-terangan ataupun dengan isyarat anggukan atau isyarat tangan dan yang lainnya.
Ghibah itu Keji dan Kotor
Dalam berbagai pertemuan atau juga terkadang melalui GWA, atau chatingan, sering kali kita temukan orang-orang melakukan gunjingan atau ghibah ini terhadap saudaranya sesame muslim. Padahal perbuatan ini sangat lah dilarang dan diperintahkan untuk menjauhinya. Allah menggambarkan dan mengidentikkan ghibah dengan sesuatu yang amat kotor dan menjijikkan. Sebagaimana Firman Allah :
يَاأَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
Dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang diantara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati ? Maka tentulah kamu merasa jijik dengannya”. (Al-Hujurat: 12)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
الربا اثنان و سبعون بابا أدناها مثل إتيان الرجل أمه و إن أربى الربا
استطالة الرجل في عرض أخيه
Riba itu ada tujuh puluh dua pintu, yang paling ringan daripadanya sama dengan seorang laki-laki yang menyetubuhi ibunya (sendiri), dan riba yang paling berat adalah pergunjingan seorang laki-laki atas kehormatan saudaranya”. (As-Silsilah As-Shahihah, 1871).
Ancaman Bagi Pelaku Ghibah
Sahabat Anas bin Malik mengatakan Bahwa, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا عُرِجَ بِي مَرَرْتُ بِقَوْمٍ لَهُمْ أَظْفَارٌ مِنْ نُحَاسٍ يَخْمُشُونَ وُجُوهَهُمْ وَصُدُورَهُمْ فَقُلْتُ مَنْ هَؤُلَاءِ يَا جِبْرِيلُ قَالَ هَؤُلَاءِ الَّذِينَ يَأْكُلُونَ لُحُومَ النَّاسِ وَيَقَعُونَ فِي أَعْرَاضِهِمْ
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Ketika aku dinaikkan ke lagit (dimi’rajkan), aku melewati suatu kaum yang kuku mereka terbuat dari tembaga, kuku itu mereka gunakan untuk mencakar muka dan dada mereka. Aku lalu bertanya, “Wahai Jibril, siapa mereka itu?” Jibril menjawab, “Mereka itu adalah orang-orang yang memakan daging manusia (ghibah) dan merusak kehormatan mereka” ( HR. Abu Daud ).
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengingatkan pelaku ghibah ini dengan sabdanya:
يَا مَعْشَرَ مَنْ آمَنَ بِلِسَانِهِ وَلَمْ يَدْخُلِ الْإِيمَانُ قَلْبَهُ لَا تَغْتَابُوا الْمُسْلِمِينَ وَلَا تَتَّبِعُوا عَوْرَاتِهِمْ فَإِنَّهُ مَنِ اتَّبَعَ عَوْرَاتِهِمْ يَتَّبِعُ اللَّهُ عَوْرَتَهُ وَمَنْ يَتَّبِعِ اللَّهُ عَوْرَتَهُ يَفْضَحْهُ فِي بَيْتِهِ
“Wahai orang-orang yang beriman dengan lisannya, namun keimanan itu belum masuk ke dalam hatinya! Janganlah kalian mengghibah (menggunjing) kaum Muslimin. Jangan pula mencari-cari aib mereka. Barangsiapa yang mencari-cari aib mereka, (maka) Allah akan mencari-cari aibnya. Dan barangsiapa yang Allah mencari-cari aibnya, niscaya Allah akan membeberkan aibnya, meskipun dia di dalam rumahnya “ (HR. Abu Daud).