Prof Maksum Radji
بِسْمِ ٱللَّٰهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ
الـحَمْدُ للهِ وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ وَالَاهَ ، أَمَّا بَعْدُ
Jamaah rahimakumullah,
Tawassul adalah wasilah agar ibadah atau do’a kita diterima dan dikabulkan oleh Allah Subhanahuwa ta’ala.
Menurut istilah syari’at Islam, al-wasilah adalah segala hal untuk mendekatkan seorang hamba kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, berupa amal ibadah yang disyariatkan dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
يٰۤاَ يُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَا بْتَغُوْۤا اِلَيْهِ الْوَسِيْلَةَ وَجَاهِدُوْا فِيْ سَبِيْلِهٖ لَعَلَّـكُمْ تُفْلِحُوْنَ
“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan carilah wasilah (jalan) untuk mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah (berjuanglah) di jalan-Nya, agar kamu beruntung.” (QS. Al-Ma’idah: 35).
Ayat di atas merupakan petunjuk agar orang Mukmin bertaqarrub kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan ketaatan kepada-Nya dan mengerjakan amalan yang diridhoi-Nya.
Jenis-jenis Tawassul
Tawassul adalah mendekatkan diri kepada Allah dengan melaksanakan ketaatan kepada-Nya, beribadah kepada-Nya, mengikuti petunjuk Rasul-Nya dan mengamalkan seluruh amalan yang dicintai dan diridhai-Nya. Sehingga amalan shaleh yang dikerjakan sebagai jalan yang menyertai seseorang agar doa-doanya diijabah oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Adapun jenis-jenis Tawassul adalah,
Tawassul sunnah (diperbolehkan)
Pertama, bertawassul dengan sifat-sifat Allah Ta’ala.
Tawassul dilakukan dengan Asmaa-ul husna, yaitu nama-nama-Nya yang terbaik.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَلِلّٰهِ الْاَ سْمَآءُ الْحُسْنٰى فَا دْعُوْهُ بِهَا ۖ وَذَرُوا الَّذِيْنَ يُلْحِدُوْنَ فِيْۤ اَسْمَآئِهٖ ۗ سَيُجْزَوْنَ مَا كَا نُوْا يَعْمَلُوْنَ
“Dan Allah memiliki Asmaul Husna (nama-nama yang terbaik), maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut Asmaul Husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyalah artikan nama-nama-Nya. Mereka kelak akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al-A’raf: 180).
Ayat diatas merupakan tuntunan bagi umat Muslim tentang salah satu cara bertawassul dengan berdoa memohon kepada-Nya dengan cara menyebut nama-nama-Nya yang terbaik, yaitu asmaa-ul husna.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
“Wahai Dzat Yang Maha Hidup lagi Maha Berdiri Sendiri, hanya dengan Rahmat-Mu lah aku ber-istighatsah, luruskanlah seluruh urusanku, dan janganlah Engkau serahkan aku kepada diriku sendiri walaupun sekejap mata.” (HR. An-Nasa’i, Al-Hakim dan Al-Bazzar).
Banyak sekali doa-doa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dengan cara bertawassul menyebut Nama-nama Allah Yang terbaik.
Kedua, bertawassul dengan amal shalih.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, tentang kisah tiga orang yang terjebak didalam gua, dari Abdullah bin Umar radiallahu anhuma, dia berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Ada tiga orang dari umat sebelum kalian melakukan perjalanan, lalu mereka masuk ke dalam goa untuk berteduh di sana. Tiba-tiba ada batu besar yang runtuh dari atas gunung dan menutup pintu gua. Mereka berkata, “Kalian tidak dapat selamat dari batu ini kecuali kalian berdoa dan bertawassul dengan perantara amal-amal salih kalian.”
Lalu salah seorang dari mereka berdoa,
“Ya Allah, dahulu saya memiliki kedua orang tua yang sudah renta. Saya tidak memberi minuman di malam hari untuk keluarga saya atau hewan ternak saya, sebelum saya memberi minuman untuk keduanya. Suatu saat saya ada keperluan hingga pulang larut dan belum sempat saya beri minum. Maka saya buatkan minuman untuk mereka, namun ternyata saya dapatkan mereka telah tertidur. Saya tidak ingin memberikan minum kepada keluarga dan hewan ternak saya sebelum saya memberikan minum untuk keduanya, maka saya tunggu mereka bangun dari tidur sambil memegangi wadah minuman tersebut. Saya pun tidak ingin membangunkan keduanya, sementara anak-anak saya menangis-nangis kelaparan dan memegangi kaki saya. Begitu seterusnya hingga terbit fajar. Kemudian terbit fajar, lalu aku membangunkan keduanya dan memberinya minum.
“Ya Allah, jika aku melakukan hal itu karena mengharap wajah-Mu, lepaskanlah kami dari batu ini.” Lalu batu itu bergeser sedikit, namun mereka belum dapat keluar darinya.
Kemudian Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Yang lain berkata, ya Allah, dahulu ada putri pamanku yang sangat aku cintai, lalu aku ingin berbuat zina dengannya, namun dia menolaknya. Hingga suatu saat terjadi musim paceklik. Maka dia datang (untuk meminta bantuan), maka aku memberikannya 120 dinar dengan syarat dia menyerahkan dirinya kepadaku. Maka dia bersedia. Hingga ketika aku dapat melakukan apa yang aku inginkan terhadapnya, dia berkata, ‘bertakwalah kepada Allah, cincin tidak boleh dilepas kecuali oleh orang yang berhak. ”Maka akupun takut melakukan perbuatan itu, lalu aku tinggalkan dia padahal dia adalah orang yang paling aku cintai. Aku tinggalkan pula emas yang telah aku berikan kepadanya. “Ya Allah, jika aku melakukan hal tersebut semata untuk mengharap wajah-Mu, maka bebaskan aku dari apa yang aku alami ini.”
Lalu batu itu bergeser dua pertiganya, namun mereka masih belum dapat keluar.
Lalu Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
“Yang ketiga berkata, ‘Ya Allah, dahulu aku menyewa beberapa orang pekerja, lalu aku berikan upah mereka masing-masing kecuali satu orang yang meninggalkannya begitu saja. Maka upahnya tersebut aku investasikan hingga berkembang. Lalu (sekian lama kemudian) orang itu datang kepadaku dan berkata, ‘Wahai fulan, berikan upahku.’ Maka aku katakan kepadanya, ‘Semua yang engkau lihat berupa onta, sapi, kambing dan budak adalah upahmu.” Maka orang itu berkata, ‘Wahai Abdullah, jangan mengolokku,’ Aku berkata, ‘Sungguh aku tidak mengolok-olokmu.” Lalu orang itu mengambil semua haknya tanpa menyisakan sedikitpun. “Ya Allah, jika aku lakukan semua itu karena berharap wajah-Mu, maka bebaskanlah aku dari apa yang aku alami ini.”
Lalu batu itu bergerak sehingga akhirnya mereka dapat keluar meninggalkan tempat tersebut. (HR. Bukhari dan Muslim).
Makna Hadits di atas adalah amalan yang dikerjakan dengan ikhlas akan membuahkan kemudahan untuk kesulitan yang menimpa seseorang, serta menyelamatkan seseorang dari segala marabahaya, dan diperbolehkan menjadikan amal shaleh sebagai perantara (tawassul) dalam berdoa.
Ketiga, bertawassul dengan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah Ta’ala.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
رَّبَّنَا إِنَّنَا سَمِعْنَا مُنَادِياً يُنَادِي لِلإِيمَانِ أَنْ آمِنُواْ بِرَبِّكُمْ فَآمَنَّا رَبَّنَا فَاغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَكَفِّرْ عَنَّا سَيِّئَاتِنَا وَتَوَفَّنَا مَعَ الأبْرَارِ
“Ya Rabb kami, sesungguhnya kami mendengar (seruan) yang menyeru kepada iman (yaitu), ’Berimanlah kamu kepada Rabb-mu’. Maka kami pun beriman. Ya Rabb kami, ampunilah bagi kami dosa-dosa kami dan hapuskanlah dari kami kesalahan-kesalahan kami, dan wafatkanlah kami beserta orang-orang yang berbakti.” (QS. Ali-Imran: 193).
Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman,
وَذَا النُّونِ إِذ ذَّهَبَ مُغَاضِباً فَظَنَّ أَن لَّن نَّقْدِرَ عَلَيْهِ فَنَادَى فِي الظُّلُمَاتِ أَن لَّا إِلَهَ إِلَّا أَنتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنتُ مِنَ الظَّالِمِينَ فَاسْتَجَبْنَا لَهُ وَنَجَّيْنَاهُ مِنَ الْغَمِّ وَكَذَلِكَ نُنجِي الْمُؤْمِنِينَ
“Dan (ingatlah kisah) Dzun Nun (Yunus), ketika ia pergi dalam keadaan marah, lalu ia menyangka bahwa kami tidak akan mempersempitnya (menyulitkannya). Maka ia menyeru dalam keadaan yang sangat gelap, ’bahwa tidak ada sesembahan (yang berhak disembah) selain Engkau, maha Suci Engkau. Sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang dzalim.’ Maka Kami telah memperkenankan do’anya dan menyelamatkannya dari kedukaan. Dan demikian Kami selamatkan orang-orang yang beriman.” (QS. Al-Anbiya: 87-88).
Tawassul Syirik (dilarang)
Adapun tawassul yang dilarang karena termasuk syirik adalah ketika menjadikan orang sudah meninggal dunia sebagai perantara atau wasilah dalam beribadah. Seperti meminta hajat di kuburan, berdoa melalui perantara orang yang sudah meninggal, atau minta perlindungan kepada seseorang atau benda selain Allah Subhaanahu wa Ta’ala.
Perbuatan semacam itu, merupakan dosa besar dan merupakan syirik akbar. Hukum tawassul ini disebut syirik sebab pada hakikatnya mereka berdo’a dan memohon kepada selain Allah Subhanahu Ta’ala.
Demikianlah uraian tentang Tawassul secara syar’i sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an.
Tawassul adalah sarana atau wasilah mengenai amal ibadah yang dilakukan untuk lebih mendekatkan seorang hamba kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَابْتَغُوا إِلَيْهِ الْوَسِيلَةَ وَجَاهِدُوا فِي سَبِيلِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan.” (Al-Maidah: 35).
Semoga Allah senantiasa melimpahkan taufiq dan hidayah-Nya bagi kita semua.
Aamiin Ya Rabbal Alamin.
*). Disarikan dari beberapa sumber.