Pena Babussalam, Dalam konsep Al-Qur’an, harta kekayaan dan segala sesuatu yang ada di jagat raya ini atau yang terkandung didalamnya, seluruhnya secara mutlak pemiliknya adalah Allah Subhanahu wata’ala. Ini tergambar dalam beberapa ayat yang tersebar di berbagai surat, diantaranya :
وَلِلَّهِ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِير
“dan milik Allah-lah apa yang ada dilangit dan apa yang ada di bumi dan apa yang ada di antara keduanya. Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki. Dan Allah maha kuasa atas segala sesuatu” ( QS. Al-Maidah : 17 )
وَلِلَّهِ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَإِلَى اللَّهِ الْمَصِير
“Dan kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi dan kepada Allah-lah kembali (semua makhluk)”. ( QS. An-Nur : 42 )
Ayat ini memberikan petunjuk yang jelas kepada kita bahwa pemilik dari seluruh jagat raya beserta segala isinya, termasuk manusia, hewan, tumbuhan, air, udara, planet-planet, dan segala makhluk hidup ataupun yang mati, yang besar dan yang kecil yang tak tampak oleh mata, ataupun yang tidak terlihat dari penglihatan manusia, pemilik mutlaknya adalah Allah Subhanahu wata’ala.
Namun segala sarana dan prasarana ini diciptakan oleh Allah agar bisa digunakan dan dimanfaatkan oleh manusia, bahkan semuanya itu telah Allah sediakan jauh sebelumnya untuk kepentingan dan kelangsungan hidup manusia. Sebagaimana Firman Allah :
هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا ثُمَّ اسْتَوَى إِلَى السَّمَاءِ فَسَوَّاهُنَّ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيم
“Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu” ( QS. Al-baqarah: 29 )
Kepemilikan harta oleh manusia hanya bersifat relatif, hanya sebagai amanah yang dititipkan untuk dikelola dan dimanfaatkan seluas-luasnya, demi kepentingan manusia sesuai dengan ketentuan Allah. oleh karenanya harta yang ada pada manusia itu seluruhnya hendaknya diorientasikan sebagai ibadah kepada Allah.
Jangan sampai harta yang hakekatnya titipan Allah itu hanya dimanfaatkan sebagai kenikmatan dan perhiasan hidup belaka, sebab bisa jadi harta yang dimilikinya itu merupakan ujian keimanan dari Allah Subhanahu wata’ala (At-Taghabun 15).
Sebab itu pula dalam upaya memperoleh harta manusia dilarang menggunakan cara-cara yang haram, yang bathil yang dapat merugikan (al-Baqarah : 188), riba (al-baqarah 273-281), perjudian, berjual beli yang dilarang atau barang yang haram (al-Maidah : 90-91), mencuri, korupsi, merampok, tipu-menipu, suap-menyuap, curang dalam takaran dan timbangan (al-Muthaffifin : 1-6).
Secara naluriyah manusia memiliki kecenderungan yang kuat untuk dapat menguasai dan menikmati harta kekayaan dunia, uang yang banyak, kendaraan mewah dari berbagai model dan jenisnya, emas, perak, tanah yang luas baik berupa sawah, ladang, atau dalam bentuk properti yang luas, binatang ternak yang banyak serta beragam, disamping itu kesenangan yang lain yang sangat dicintai oleh manusia seperti istri-istri dan anak-anak keturunan, sebagaimana Allah firmankan :
زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالْأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَآبِ
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak[186] dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga)”. ( QS. Ali Imran : 14 )
Watak Buruk Manusia
Al-Qur’an menggambarkan ada beberapa tabiat tercela atau watak buruk manusia dalam menyikapi harta kekayaan dunia, diantaranya :
Pertama, ada segolongan manusia yang sangat cintanya kepada harta benda dunia hingga melampaui batas kewajaran, bersikap tamak kepada harta sehingga melupakan bagian atau hak orang lain. Allah berfirman :
وَتُحِبُّونَ الْمَالَ حُبًّا جَمًّا
“dan kalian mencintai harta benda dengan kecintaan yang berlebihan.”( QS. Al-Fajr : 20)
Ibnu Katsir menafsirkan “jammaa” dengan katsiroon (banyak). Artinya, manusia itu sangat berlebihan dalam mencintai hartanya. Dalam ayat lainnya disebutkan,
وَإِنَّهُۥ لِحُبِّ ٱلْخَيْرِ لَشَدِيدٌ
“Dan sesungguhnya dia sangat bakhil karena cintanya kepada harta.” (QS. Al Adiyat: 8).
Ibnu Katsir mengatakan, Manusia itu sangat cinta pada harta, dan manusia sangat tamak dan bakhil dengan harta sehingga cintanya kepada harta sangat berlebihan.
Kecintaan seseorang akan harta tidaklah dilarang dalam agama selama harta yang dimilikinya itu dipergunakan sesuai petunjuk Allah dan rasul-Nya. Harta yang dimilikinya itu menjadi sarana agar semakin dekat kepada Allah dan juga sebagai sarana ibadah kepada Allah serta dibelanjakan sesuai perintah Allah, diinfakkan di jalan Allah serta dipenuhi kewajiban zakatnya. Bahkan Rasulullah mengajarkan kepada kita agar kita dijauhkan dari kemiskinan sebagaimana do’a yang diajarkan beliau :
اللهُمَّ إني أعوذُ بِكَ من الكُفر والفَقرِ، اللَّهُمَ إني أعُوذُ بِكَ مِن عذابِ القبر، لا إلهَ إلا أنتَ
“Ya Allah sesungguhnya aku berlindung kepadaMU dari kekafiran dan kefakiran, ya Allah aku berlindung kepadaMu dari siksaan kubur, tidak ada illah selain Engkau “ (HR. Nasai)
kedua, segolongan orang yang kikir dengan hartanya yang suka mengumpulkan harta benda dan menghitung-hitungnya serta memiliki anggapan bahwa harta yang dikumpulkannya itu bisa mengekalkannya, padahal sudah pasti ajalnya akan datang sampai dia dipisahkan dari segala harta yang telah dimilikinya itu. Allah berfirman :
وَيْلٌ لِكُلِّ هُمَزَةٍ لُمَزَةٍ (١) الَّذِي جَمَعَ مَالًا وَعَدَّدَهُ (٢) يَحْسَبُ أَنَّ مَالَهُ أَخْلَدَهُ
Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela, yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitung dia mengira bahwa hartanya itu dapat mengkekalkannya (QS. Al-Humazah : 1-3)
Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di dalam tafsirnya mengungkapkan “Kecelakaanlah,” yaitu ancaman, bencana, dan kerasnya siksa, “bagi setiap pengumpat lagi pencela,” yakni orang yang mengumpat sesama dengan perbuatannya dan mencela sesama dengan perkataannya. ‘Alhammaazu’ adalah orang yang mencela dan memfitnah orang lain dengan isyarat dan tindakan, sedangkan ‘Allammaazu’ adalah orang yang mencela sesama dengan perkataan.
Dan di antara sifat pengumpat dan pencela itu adalah tidak mempunyai obsesi lain selain mengumpulkan, menghitung, dan iri dengan harta, namun tidak memiliki keinginan untuk diinfakkan di jalan kebaikan, menyambung tali silaturahim, dan lainnya. “Ia mengira,” karena kebodohannya, ”bahwa hartanya itu dapat mengekalkannya di dunia”.
Karena itu semua jerih payah dan usahanya hanya untuk mengembangkan harta dengan mengira hal itu bisa memperpanjang umurnya, namun ia tidak tahu bahwa sifat kikir bisa meruntuhkan usia dan merobohkan rumah, sedangkan kebaikan akan semakin menambah usia.
As-Suddi dan Ibnu Jarir rahimahullah mengatakan, الَّذِي جَمَعَ مَالًا وَعَدَّدَهُ “Maksudnya adalah mengumpulkan sebagian hartanya ke sebagian yang lain, serta menghitung-hitung jumlahnya, seperti perkataan Allâh :
وَجَمَعَ فَأَوْعَىٰ
Serta mengumpulkan (harta benda) lalu menyimpannya [Al-Ma’ârij/70:18]
Mengumpat dan mencela dapat mendatangkan kecelakaan yang besar karena ancamannya adalah hukuman neraka, termasuk mereka yang gemar mengumpulkan harta benda kekayaan dan selalu berkhayal bahwa hartanya itu akan memperpanjang umurnya dalam hidup ini. Padahal hartanya itu tidak digunakan untuk beribadah kepada Allah, tidak berinfaq dan bersedekah dijalan Allah bahkan enggan mengeluarkan zakatnya, justru mendustakan dan berpaling dari jalan Allah.
Inilah tipuan harta dan dunia yang bisa membuat orang lupa bahwa dia akan mati dan dia lupa bahwa hartanya pun tidak akan bisa dibawa mati. Mereka ini memiliki hubungan yang buruk dengan Allah dan memiliki hubungan yang buruk dalam kehidupan sosialnya.
Ketiga, golongan yang berbangga-bangga serta saling berlomba dalam harta dan anak keturunan sampai mereka terlena dan lalai dari melakukan ketaatan kepada Allah Subhanahu wata’ala, hingga tanpa disadari tiba-tiba mereka sudah berada di liang kubur. Allah berfirman :
﴿أَلْهَاكُمُ التَّكَاثُرُ (١) حَتَّى زُرْتُمُ الْمَقَابِرَ﴾
“Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur”. ( QS. At-Takatsur : 1-2 )
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Ibnu Buraidah bahwa Ayat tersebut turun sebagai teguran kepada orang-orang yang hidup bermegah-megah dalam harta dan anak keturunan sehingga melalaikan ibadahnya kepada Allah.
Dari Qatadah, dari Mutharrif, dari ayahnya, ia berkata,
أَتَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ يَقْرَأُ: {أَلْهَاكُمُ التَّكَاثُرُ}. قَالَ: يَقُولُ ابْنُ آدَمَ: مَالِي مَالِي. قَالَ: وَهَلْ لَكَ يَا ابْنَ آدَمَ مِنْ مَالِكَ إِلَّا مَا أَكَلْتَ فَأَفْنَيْتَ، أَوْ لَبِسْتَ فَأَبْلَيْتَ، أَوْ تَصَدَّقْتَ فَأَمْضَيْتَ
“Aku pernah mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca ayat “أَلْهَاكُمُ التَّكَاثُرُ” (sungguh berbangga-bangga telah melalaikan kalian dari ketaatan), lantas beliau bersabda :
“Manusia berkata, “Hartaku-hartaku.” Beliau bersabda, “Wahai manusia, apakah benar engkau memiliki harta? Bukankah yang engkau makan akan lenyap begitu saja? Bukankah pakaian yang engkau kenakan juga akan usang? Bukankah yang engkau sedekahkan akan berlalu begitu saja?” (HR. Muslim )
Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
يَقُولُ الْعَبْدُ مَالِى مَالِى إِنَّمَا لَهُ مِنْ مَالِهِ ثَلاَثٌ مَا أَكَلَ فَأَفْنَى أَوْ لَبِسَ فَأَبْلَى أَوْ أَعْطَى فَاقْتَنَى وَمَا سِوَى ذَلِكَ فَهُوَ ذَاهِبٌ وَتَارِكُهُ لِلنَّاسِ
“Hamba berkata, “Harta-hartaku.” Bukankah hartanya itu hanyalah tiga: yang ia makan dan akan sirna, yang ia kenakan dan akan usang, yang ia beri yang sebenarnya harta yang ia kumpulkan. Harta selain itu akan sirna dan diberi pada orang-orang yang ia tinggalkan.” (HR. Muslim no. 2959)
Dalam ayat yang lain Allah mengajarkan :
﴿اعْلَمُوا أَنَّمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَزِينَةٌ وَتَفَاخُرٌ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِي الْأَمْوَالِ وَالْأَوْلَادِ كَمَثَلِ غَيْثٍ أَعْجَبَ الْكُفَّارَ نَبَاتُهُ ثُمَّ يَهِيجُ فَتَرَاهُ مُصْفَرًّا ثُمَّ يَكُونُ حُطَامًا وَفِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ شَدِيدٌ وَمَغْفِرَةٌ مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانٌ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ﴾
“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu”. ( QS. Al-Hadid : 20 )
Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di, dalam tafsirnya saat mengatakan tentang “berbangga-bangga tentang banyaknya harta dan anak,” maksudnya masing-masing ingin menjadi yang terbanyak dari segi harta dan anak dari yang lain. Ini terjadi pada mereka yang gila dunia dan merasa tenang terhadap dunia. Lain halnya orang yang mengetahui dunia dan hakikatnya.
Mereka menjadikan dunia sebagai tempat berlalu, bukan dijadikan sebagai tempat tinggal. Mereka selalu berlomba-lomba dan menyaingi segala hal yang bisa mendekatkan diri kepada Allah dengan menggunakan berbagai media yang bisa mengantarkan menuju surga, tempat kemuliaan Allah, ketika melihat orang yang menyainginya dengan memperbanyak harta dan anak, dihadapinya dengan memperbanyak amalan-amalan shalih.
Selanjutnya Allah membuat perumpamaan bagi dunia yaitu seperti air hujan yang turun ke bumi dan berbaur dengan tumbuh-tumbuhan yang dimakan oleh manusia dan juga hewan, hingga ketika bumi menampakkan keindahannya, tumbuh-tumbuhan itu pun membuat orang-orang kafir heran, tetapi lalai dari memperhatikannya.
pandangan dan perhatian mereka hanya tertuju pada dunia. Kemudian datanglah sesuatu yang menghancurkan tanaman tersebut atas perintah dari Allah sehingga tanaman itu pun rusak, mengering dan kembali pada kondisi semula, seolah-olah sama sekali tidak pernah menghijau dan tidak pernah dilihat menarik.
Seperti itu juga dunia, pada saat menyinari para penggilanya, apa pun yang diinginkan selalu terpenuhi, apa pun yang dikehendaki pasti menemukan pintunya yang terbuka, disaat seperti itu, tiba-tiba takdirnya datang dan melenyapkan semua yang ada di tangannya, melenyapkan semua kekuasaan yang dimiliki dan menghilangkan semua itu darinya.
Ia pun meninggalkan dunia dengan tangan hampa. Tidak berbekal apapun selain sehelai kain kafan. Amat celakalah orang yang menjadikan dunia sebagai tujuan dari angan-angannya serta tujuan dari segala usaha dan pekerjaannya.
Keempat, segolongan orang yang bakhil dan bersifat kikir terhadap harta dan tidak mempedulikan orang lain .
Bakhil adalah tabiat manusia , sebagaimana Allah firmankan :
وَالصُّلْحُ خَيْرٌ وَأُحْضِرَتِ الْأَنْفُسُ الشُّحَّ
…..dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka) walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir ( QS .An-Nisa : 128 )
Bakhil atau kikir adalah sifat yang tercela dan merupakan bagian dari akhlak madzmumah ( perilaku tercela ). Orang yang mempunyai sifat bakhil akan menuai kerugian di dunia dan akhirat. Saat di dunia dia akan dimusuhi dan dibenci oleh orang-orang di sekitarnya. Dan saat di akhirat kelak dia akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah tentang harta kekayaan yang diperolehnya.
Orang yang kikir hakekatnya adalah orang yang bakhil terhadap dirinya sendiri, dia bekerja keras dengan keletihan namun dia sendiri tidak menikmati kekayaan hasil kerjanya, sebab dia tidak memiliki simpanan untuk kehidupan akhiratnya. Seluruh hartanya akan dinikmati oleh ahli warisnya. Disamping itu kebakhilan akan mengusir keimanan yang ada dalam diri seseorang, sebab kikir dan iman tidak bisa menyatu dalam diri seseorang, bagaikan minyak dan air. Rasulullah bersabda :
لَا يَجْتَمِعُ الشُّحُّ وَالْإِيمَانُ فِي جَوْفِ رَجُلٍ مُسْلِمٍ
“Tidak akan berkumpul antara sifat pelit dan iman dalam diri seorang muslim.” ( HR. Ahmad )
Buruknya sifat bakhil ini implikasinya tidak hanya dalam kehidupan dunia saja karena dapat mendatangkan kehancuran bagi pelakunya karena malaikat senantiasa berdo’a bagi orang yang bakhil agar dia dihancurkan oleh Allah sebagaimana hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam :
“Tidak satu hari pun di mana pada pagi harinya seorang hamba ada padanya melainkan dua Malaikat turun kepadanya, salah satu di antara keduanya berkata: ‘Ya Allah, berikanlah ganti bagi orang yang berinfak.’ Dan yang lainnya berkata: ‘Ya Allah, hancurkanlah (harta) orang yang kikir ( HR. Bukhari Muslim )
Tetapi sikap bakhil ini juga akan berimbas sampai kepada kehidupannya di akhirat kelak karena orang yang bakhil akan mendapatkan siksaan yang berat . Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman :
﴿وَلَا يَحْسَبَنَّ الَّذِينَ يَبْخَلُونَ بِمَا آتَاهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ هُوَ خَيْرًا لَهُمْ بَلْ هُوَ شَرٌّ لَهُمْ سَيُطَوَّقُونَ مَا بَخِلُوا بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلِلَّهِ مِيرَاثُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ﴾
Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karuniaNya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. ( QS. Ali Imran : 180 )
Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili dalam tafsirnya mengatakan, Dan jangan sampai orang-orang yang bakhil dengan karunia Allah, sehingga tidak mau membelanjakannya di jalan Allah dan tidak mau membayar zakat itu mengira bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka di akhirat. hal itu tidak lain adalah keburukan yang terus menyebar. Harta yang mereka simpan itu akan menjadi tali yang terbuat dari api yang mengikat leher mereka pada hari kiamat, dan mereka akan dihukum dengan tali tersebut.
Dan milik Allah itu segala sesuatu yang diterima oleh penduduk langit dan bumi, berupa harta dan semacamnya. Lalu apa manfaat dari kebakhilan mereka dengan hal itu? Dan Allah itu Maha Mengetahui lagi Maha Memberitahu perbuatan kalian, dan akan memberi balasan kebaikan bagi orang yang baik dan keburukan bagi orang yang buruk. Menurut kebanyakan penafsir, ayat ini turun untuk orang yang tidak mau membayar zakat.
Disamping itu bakhil bisa mendatangkan berbagai bentuk kehancuran dan kebinasaan, terjadinya pertumpahan darah, menghalalkan yang haram, sehingga agama memerintahkan sifat buruk dari bakhil ini untuk dijauhi . Rasulullah bersabda :
اتَّقُوا الظُّلْمَ فَإِنَّ الظُّلْمَ ظُلُمَاتٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَاتَّقُوا الشُّحَّ فَإِنَّ الشُّحَّ أَهْلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ حَمَلَهُمْ عَلَى أَنْ سَفَكُوا دِمَاءَهُمْ، وَاسْتَحَلُّوا مَحَارِمَهُمْ
“Jauhilah perbuatan zalim, sesungguhnya dia adalah kegelapan-kegelapan pada hari kiamat. Dan jauhilah kekikiran, sesungguhnya ialah yang membinasakan orang-orang sebelum kalian. Sifat kikir itu membawa mereka untuk saling membunuh dan menghalalkan apa-apa yang diharamkan kepada mereka” ( HR. Muslim )
Penulis : Ustadz Riksuhadi
Editor : Fajar Andrianto
Donasi ke Yayasan Babussalam Socah :