Ustadz Riksuhadi
Pena Babussalam, Siyam Ramadhan atau berpuasa dibulan Ramadhan hukumnya adalah wajib bagi setiap muslim yang telah mukallaf seperti sudah baligh, berakal sehat, mukim (tidak bepergian), dan mampu menjalankan puasa. Berdasar pada Firman Allah :
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa” ( QS. Al-Baqarah : 183 )
Dalam beberapa kondisi, seorang muslim bisa saja tidak menjalankan kewajiban puasa pada saat Ramadhan, misalnya seorang ibu yang sedang hamil yang khawatir berisiko dengan kehamilannya, atau yang sedang menyusui karena khawatir akan kesehatan diri dan bayinya.
Islam adalah agama yang mempunyai prinsip-prinsip, diantaranya adalah menghilangkan beban kesulitan, termasuk dalam hal puasa. Allah Subhanahu wa ta’ala memberikan “rukhsah” atau dispensasi kepada beberapa golongan yang memang berat atau tidak bisa Ketika menjalankan puasa, salah satu yang mendapatkan keringanan (rukhsah) ini, diantaranya adalah ibu hamil atau yang sedang menyusui boleh meninggalkan puasa jika merasa berat dan apabila dipaksakan mungkin akan membahayakan dirinya dan anak yang disusuinya. Dan sebagai gantinya adalah dia wajib membayar fidyah atau memberi makan seorang miskin, hal ini berdasar beberapa dalil diantaranya :
1.Firman Allah :
أَيَّامًا مَعْدُودَاتٍ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ وَأَنْ تَصُومُوا خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
(yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. (QS. Al-Baqarah : 184)
2. Hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dari anas Ibnu malik Rasulullah bersabda :
إِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ وَضَعَ عَنِ الْمُسَافِرِ شَطْرَ الصَّلَاةِ وَالصِّيَامَ، وَعَنِ الْحَامِلِ وَالْمُرْضِعِ
“Sesungguhnya Allah Yang maha Perkasa dan maha Mulia telah membebaskan puasa dan separuh shalat bagi orang yang bepergian, dan membebaskan pula dari puasa orang hamil dan menyusui ( HR. Lima Ahli Hadits ).
3. Hadits Riwayat Abu Daud
عن ابن عباس، أنَّه قال: أُثبتت للحبلى والمرضع أن يُفطرا؛ ويطعما كل يوم مسكينًا
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ia berkata : ditetapkan bagi perempuan yang mengandung dan menyusui berbuka ( tidak berpuasa ) dan sebagai gantinya adalah memberi makan kepada orang miskin setiap harinya ( HR. Abu Daud ).
Berdasarkan dalil-dalil diatas maka perempuan yang menyusui dan yang mengandung yang tidak bisa berpuasa secara penuh di bulan Ramadhan maka sebagai gantinya dapat dengan membayar fidyah sebanyak bilangan hari yang ditinggalkannya dengan cara memberi makan seorang miskin setiap harinya. Dan perempuan yang sudah membayarkan fidyah atas puasa yang ditinggalkannya tidak perlu mengqadha puasanya di hari lain di luar Ramadhan.
Fatwa Tarjih menegaskan bahwa perempuan hamil dan menyusui jika meninggalkan puasa di bulan Ramadhan maka wajib hukumnya membayar fidyah. Alasannya agar tidak memberatkan para perempuan hamil dan menyusui (QS. Al Hajj: 78), dan teknis pelaksanaannya bersifat memudahkan (QS. Al Baqarah: 185).
Adapun besarnya fidyah yang harus dibayarkan minimal satu mud atau sekitar 0,6 Kg atau setara dengan ukuran dan harga makanan yang dia makan sehari-hari. Misalnya sekali makan dia seharga 25 ribu maka 25 ribu dikalikan sebanyak puasa yang ditinggalkan.
Wujud fidyah yang dapat dikeluarkan dapat berupa 1) makanan siap saji; 2) bahan pangan sebesar satu mud (0,6 kg makanan pokok). Keterangan ini dipahami dari makna umum (‘am) kata tha’am (makanan) yang terdapat dalam QS. Al Baqarah ayat 184.
Dalam beberapa hadis, kata tha’am ini memang menunjukkan makna ganda: makanan siap santap dan bahan pangan. Sehingga menunaikan fidyah dapat berupa nasi kotak atau gandum, beras, dan lain-lain. Sementara fidyah dengan uang tunai, terdapat perbedaan di antara para ulama.
Lembaga fatwa Arab Saudi tidak memperkenankan fidyah dengan uang tunai, sementara dari lembaga fatwa al-Azhar dan Komisi Fatwa Kuwait membolehkan fidyah uang tunai sebagai pengganti makanan siap santap dan bahan pangan.
Fatwa Tarjih dengan memperhatikan dan mempertimbangkan aspek sifat likuid dari uang sendiri yang lebih bisa leluasa dimanfaatkan orang miskin, maka boleh pembayaran fidyah dengan uang.
Sumber : Muhammadiyah. or.id dan beberapa sumber lainnya
Penulis : Ustadz Riksuhadi
Editor : Fajar Andrianto
Yuk Donasi Ke Yayasan Babussalam Socah :