oleh : Ust. Drs. Rik Suhadi, S.Th.I (Pengasuh Pondok Babussalam Socah)
Abdulloh bin Mas’ud rodhiyallohu’anhu, dia berkata: ”Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam telah bersabda kepada kami dan beliau adalah orang yang selalu benar dan dibenarkan: ’Sesungguhnya setiap orang diantara kamu dikumpulkan kejadiannya di dalam rahim ibunya selama empat puluh hari dalam bentuk nuthfah(air mani), kemudian menjadi ‘alaqoh(segumpal darah) selama waktu itu juga (empat puluh hari), kemudian menjadi mudhghoh(segumpal daging) selama waktu itu juga, lalu diutuslah seorang malaikat kepadanya, lalu malaikat itu meniupkan ruh padanya dan ia diperintahkan menulis empat kalimat: Menulis rizkinya, ajalnya, amalnya, dan nasib celakanya atau keberuntungannya. Maka demi Alloh yang tiada tuhan selain-Nya, sesungguhnya ada diantara kamu yang melakukan amalan penduduk surga dan amalan itu mendekatkannya ke surga sehingga jarak antara dia dan surga kurang satu hasta, namun karena taqdir yang telah ditetapkan atas dirinya, lalu dia melakukan amalan penduduk neraka sehingga dia masuk ke dalamnya. Dan sesungguhnya ada seseorang diantara kamu yang melakukan amalan penduduk neraka dan amal itu mendekatkannya ke neraka sehingga jarak antara dia dan neraka hanya kurang satu hasta, namun karena taqdir yang telah ditetapka atas dirinya, lalu dia melakukan amalan penduduk surga sehingga dia masuk ke dalamnya.” (HR. Bukhori dan Muslim)
Ada dua buah kisah yang menjadi penguat atas dua bagian dari hadits ini. Yang pertama adalah bagian “Maka demi Alloh yang tiada tuhan selain-Nya, sesungguhnya ada diantara kamu yang melakukan amalan penduduk surga dan amalan itu mendekatkannya ke surga sehingga jarak antara dia dan surga kurang satu hasta, namun karena taqdir yang telah ditetapkan atas dirinya, lalu dia melakukan amalan penduduk neraka sehingga dia masuk ke dalamnya.” Ketahuilah, bahwa hadits ini terikat dengan lafazh lain, yaitu orang itu beramal dengan amal ahli surga menurut kaca mata manusia, tetapi pada hakikatnya ia beramal amalan penghuni neraka.
Tetapi bagi orang yang beramal amalan ahli surga dengan penuh keikhlasan, maka Allah tidak akan menelantarkanmu, Allah lebih mulia dibandingkan hambaNya, barangsiapa yang melakukan amalan ahli surga dengan penuh keikhlasan -semoga kita termasuk diantaranya- maka Allah tidak akan pernah menelantarkannya, bahkan amalan yang menurut kacamata manusia. Dalil untuk hal ini adalah sebuah hadits yang terdapat dalam kitab Shahih Al-Bukhari bahwasanya ada seseorang yang berperang bersama Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam Dengan berani menghadapi musuh, menumpas setiap musuh yang berada di hadapannya, kemudian orang terkagum-kagum dengan kepahlawanannya, lalu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam berkata, “Sungguh ia termasuk penghuni neraka.
Naudzu billah, seorang yang pemberani ini masuk neraka? Selanjutnya hal itu menjadikan para sahabat penasaran dan bertanya-tanya, mereka sangat khawatir, bagaimana ia termasuk penghuni neraka? Kemudian seseorang berkata, “Demi Allah, aku akan mengikuti jejaknya dan mengawasinya, agar aku menyaksikan bagaimana akhir kehidupan orang ini?” Ia mendekatinya dan di tengah berkecamuknya peperangan lelaki itu terkena panah dan kalut, ia mengambil pedangnya lalu menempatkannya di dada, ia bersandar di atas pedangnya sampai pedang itu keluar menembus punggungnya, ia melakukan bunuh diri karena kalut (putus asa), kemudia ia menghadap Nabi dan berkata, “Wahai Rasulullah, saya bersaksi bahwasanya tiada tuhan selain Allah dan engkau adalah Rasulullah ” beliau bertanyam “Kenapa?” Orang itu menjawab, “Sungguh ia termasuk penghuni neraka karena ia melakukan begini, begitu.” Kemudian Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Sesungguhnya orang tu benar-benar sedang mengamalkan amalan ahli surga menurut kaca mata manusia.” Segala puji bagi Allah yang telah membuat batasan ini, orang itu mengerjakan suatu amalan yang menurut kacamata manusia adalah baik, sedangkan ia termasuk ahli neraka, manusia mengira shalih, tetapi dalam hatinya terdapat kerusakan, dan akhirnya termasuk ahli neraka.
Beliau bersabda dalam hadits Ibnu Mas’ud, “Dan sesungguhnya ada seseorang diantara kamu yang melakukan amalan penduduk neraka dan amal itu mendekatkannya ke neraka sehingga jarak antara dia dan neraka hanya kurang satu hasta, namun karena taqdir yang telah ditetapka atas dirinya, lalu dia melakukan amalan penduduk surga sehingga dia masuk ke dalamnya.” Hadits ini kebalikan dari yang pertama, pertama dikuatkan oleh kisah seorang lelaki pemberani. Yang kedua ini juga dikuatkan dengan sebuah kisah pada masa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, ada seorang bernama Al-Ushairam dari kabilah Bani Abdul Al-Asyhal, seorang kafir yang sangat menentang dakwah kaum muslimin, ketika perang Uhud, orang-orang Madinah keluar untuk berperang, kemudian Allah menurunkan hidayah ke dalam hatinya dan ia masuk Islam, ia pun keluar ikut berjihad.
Kemudian setelah peperangan berakhir banyak kaum muslimin yang mati syahid, lalu para syahabat memeriksa mereka, ternyata disana terdapat Al-Ushairam ini, salah seorang dari kaumnya bertanya kepadanya, “Apakah orang yang menentang dakwah ini, apakah kedatanganmu hanya untuk membela kaummu atau ingin masuk Islam?” Ia menjawab, “Saya ingin masuk Islam, mohon sampaikan salam saya kepada Rasulullah, sampaikan bahwa saya telah bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, ” kemudian ia menghembuskan nafas terakhirnya, dan syahid, kemudian para sahabat mengadukan hal tersebut pada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan saya kira beliau bersabda, “Sungguh, ia termasuk dari penghuni surga.”
Orang ini menghabiskan seluruh hidupnya dalam kekufuran dan menentang Islam, melawan orang-orang muslim, tetapi akhir hidupnya begitu mengharukan. Selama hayatnya ia melakukan amalan ahli neraka sehingga jarak antara dia dengan neraka hanya sehasta, tetapi karena ia telah tercatat sebagai ahli surga, ia pun melakukan amalan ahli surga sampai akhirnya dia masuk surga. ” Penulis menyebutkan hadits ini untuk mengingatkan kita agar senantiasa takut dan berharap kepada-Nya, kita takut dari fitnah yang menimpa kita. Oleh karena itu, hendaknya seseorang selalu berdoa memohon keteguhan iman kepada Allah, “Ya Allah, teguhkan kami dengan ucapan yang kuat, “Rasulullah selalu berdoa kepada Allah, yang artinya “Ya Allah, Wahai Dzat yang Maha Membolak-balikkan hati, teguhkanlah hati kami di atas agama-Mu. Ya Allah, Dzat yang mengalihkan hati manusia, alihkanlah hatiku untuk selalu taat kepada-Mu.
قُلْ يَاعِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
“Katakanlah: “Wahai hamba-hambaKu yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”(QS. Az-Zumar: 53)
Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda, “Pada zaman Bani Israil dahulu, hidup dua orang laki-laki yang berbeda karakternya. Yang satu suka berbuat dosa dan yang lainnya rajin beribadah. Setiap kali orang yang ahli ibadah ini melihat temannya berbuat dosa, ia menyarankan untuk berhenti dari perbuatan dosanya. Suatu kali orang yang ahli ibadah berkata lagi, ‘Berhentilah dari berbuat dosa.’ Dia menjawab, ‘Jangan pedulikan aku, terserah Allah akan memperlakukan aku bagaimana. Memangnya engkau diutus Allah untuk mengawasi apa yang aku lakukan.’ Laki-laki ahli ibadah itu menimpali, ‘Demi Allah, dosamu tidak akan diampuni oleh-Nya atau kamu tidak mungkin dimasukkan ke dalam surga Allah.’Kemudian Allah mencabut nyawa kedua orang itu dan mengumpulkan keduanya di hadapan Allah Rabbul’Alamin. Allah ta’ala berfirman kepada lelaki ahli ibadah, ‘Apakah kamu lebih mengetahui daripada Aku? Ataukah kamu dapat merubah apa yang telah berada dalam kekuasaan tanganKu.’ Kemudian kepada ahli maksiat Allah berfirman, ‘Masuklah kamu ke dalam surga berkat rahmat-Ku.’ Sementara kepada ahli ibadah dikatakan, ‘Masukkan orang ini ke neraka’.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Mubarak dalam Az-Zuhd, dan Ibnu Abi Dunya dalam Husn Az-Zhan, dan Al-Baghawi Syrah As-Sunnah).
Kisah tersebut mengandung celaan kepada seseorang yang mengklaim dirinya sendiri sebagai hakim kebenaran. Kisah tersebut memberikan faidah bahwa seseorang yang memastikan orang lain masuk surga atau neraka, berarti ia telah mengakui memiliki sifat ketuhanan.
Penceramah masuk neraka , pezinah masuk surga
Dalam ayat : QS. as-saf: 2
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ (2) كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ
Wahai orang-orang yang beriman mengapa kamu mengatakan tentang sesuatu yg tidak kamu lakukan ??? Amat besar murka Allah bahwa kamu mengatakan apa yang tidak kamu kerjakan.
Dalam hadits , seorang penceramah, da’I, ustadz , kiyai dan ulama yang suka berdusta atas nama Rasulullah, ( semisal menyampaikan hadits-hadits palsu yg diketahuinya kemudian disampaikan atas nama Rsulullah ) sebagaimana sabda Beliau :
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «بَلِّغُوا عَنِّي وَلَوْ آيَةً وَحَدِّثُوا عَنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ وَلَا حَرَجَ وَمَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda: “Sampaikahlah dariku meskipun hanya satu ayat, dan ceritakan pula dari Bani Isra`il dan engkau tidak berdosa, maka barangsiapa berdusta kepadaku dengan sengaja, hendaknya ia bersiap-siap untuk menempati tempatnya di neraka.”
من ترك سنتي لم تنله شفاعتي ” فلا أصل له عن رسول الله صلى الله عليه وسلم . وما كان كذلك فلا يجوز نسبته إليه صلى الله عليه وسلم خشية التقول عليه . فقد قال صلى الله عليه وسلم ” من قال عليَّ ما لم أقل فليتبوأ مقعده من النار”
Hadits tentang orang yang bangkrut :
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «أَتَدْرُونَ مَا الْمُفْلِسُ؟» . قَالُوا: الْمُفْلِسُ فِينَا مَنْ لَا دِرْهَمَ لَهُ وَلَا مَتَاعَ. فَقَالَ: «إِنَّ الْمُفْلِسَ مِنْ أُمَّتِي مَنْ يَأْتِي يَوْم الْقِيَامَة بِصَلَاة وَصِيَام وَزَكَاة وَيَأْتِي وَقَدْ شَتَمَ هَذَا وَقَذَفَ هَذَا. وَأَكَلَ مَالَ هَذَا. وَسَفَكَ دَمَ هَذَا وَضَرَبَ هَذَا فَيُعْطَى هَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ وَهَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يَقْضِيَ مَا عَلَيْهِ أُخِذَ مِنْ خَطَايَاهُمْ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ ثُمَّ طُرح فِي النَّار» . رَوَاهُ مُسلم
“Tahukah kalian, siapakah orang yang bangkrut itu?” Para sahabat menjawab; ‘Menurut kami, orang yang bangkrut diantara kami adalah orang yang tidak memiliki uang dan harta kekayaan.’ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: ‘Sesungguhnya umatku yang bangkrut adalah orang yang pada hari kiamat datang dengan shalat, puasa, dan zakat, tetapi ia selalu mencaci-maki, menuduh, dan makan harta orang lain serta membunuh dan menyakiti orang lain. Setelah itu, pahalanya diambil untuk diberikan kepada setiap orang dari mereka hingga pahalanya habis, sementara tuntutan mereka banyak yang belum terpenuhi. Selanjutnya, sebagian dosa dari setiap orang dari mereka diambil untuk dibebankan kepada orang tersebut, hingga akhirnya ia dilemparkan ke neraka.” (HR. Muslim)
Dari Buraidah dia berkata, “Ma’iz bin Malik Al Aslami pergi menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam seraya berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku telah menzhalimi diriku, karena aku telah berzina, oleh karena itu aku ingin agar anda berkenan membersihkan diriku.” Namun beliau menolak pengakuannya. Keesokan harinya, dia datang lagi kepada beliau sambil berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku telah berzina.” Namun beliau tetap menolak pengakuannya yang kedua kalinya. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengutus seseorang untuk menemui kaumnya dengan mengatakan: “Apakah kalian tahu bahwa pada akalnya Ma’iz ada sesuatu yang tidak beres yang kalian ingkari?” mereka menjawab, “Kami tidak yakin jika Ma’iz terganggu pikirannya, setahu kami dia adalah orang yang baik dan masih sehatakalnya.” Untuk ketiga kalinya, Ma’iz bin Malik datang menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk membersihkan dirinya dari dosa zina yang telah diperbuatnya. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun mengirimkan seseorang menemui kaumnya untuk menanyakan kondisi akal Ma’iz, namun mereka membetahukan kepada beliau bahwa akalnya sehat dan termasuk orang yang baik. Ketika Ma’iz bin Malik datang keempat kalinya kepada beliau, maka beliau memerintahkan untuk membuat lubang ekskusi bagi Ma’iz. Akhirnya beliau memerintahkan untuk merajamnya, dan hukuman rajam pun dilaksanakan.” Buraidah melanjutkan, “Suatu ketika ada seorang wanita Ghamidiyah datang menemuiRasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam seraya berkata, “Wahai Rasulullah, diriku telah berzina, oleh karena itu sucikanlah diriku.” Tetapi untuk pertama kalinya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak menghiraukan bahkan menolak pengakuan wanita tersebut. Keesokan harinya wanita tersebut datang menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sambil berkata, “Wahai Rasulullah, kenapa anda menolak pengakuanku? Sepertinya engkau menolak pengakuanku sebagaimana engkau telah menolak pengakuan Ma’iz. Demi Allah, sekarang ini aku sedang mengandung bayi dari hasil hubungan gelap itu.” Mendengar pengakuan itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sekiranya kamu ingin tetap bertaubat, maka pulanglah sampai kamu melahirkan.” Setelah melahirkan, wanita itu datang lagi kepada beliau sambil menggendong bayinya yang dibungkus dengan kain, dia berkata, “Inilah bayi yang telah aku lahirkan.” Beliau lalu bersabda: “Kembali dan susuilah bayimu sampai kamu menyapihnya.” Setelah mamasuki masa sapihannya, wanita itu datang lagi dengan membawa bayinya, sementara di tangan bayi tersebut ada sekerat roti, lalu wanita itu berkata, “Wahai Nabi Allah, bayi kecil ini telah aku sapih, dan dia sudah dapat menikmati makanannya sendiri” Kemudian beliau memberikan bayi tersebut kepada seseorang di antara kaum muslimin, dan memerintahkan untuk melaksanakan hukuman rajam. Akhirnya wanita itu ditanam dalam tanah hingga sebatas dada. Setelah itu beliau memerintahkan orang-orang supaya melemparinya dengan batu. Sementara itu, Khalid al Walid ikut serta melempari kepala wanita tersebut dengan batu, tiba-tiba percikan darahnya mengenai wajah Khalid, seketika itu dia mencaci maki wanita tersebut. Ketika mendengar makian Khalid, Nabi Allah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Tenangkanlah dirimu wahai Khalid, demi Zat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sesungguhnya perempuan itu telah benar-benar bertaubat, sekiranya taubat (seperti) itu dilakukan oleh seorang pemilik al-maks niscaya dosanya akan diampuni.” Setelah itu beliau memerintahkan untuk menyalati jenazahnya dan menguburkannya.” (HR. Muslim no. 1695). Makna pemilik al-maks adalah orang yang mengambil harta manusia tanpa hak, semisal orang-orang yang menagih pajak dan pungutan wajib dari kaum muslimin tanpa ada hak.
Terima kasih tausiyah ustadz, semoga ini menjadi pembelajaran bagi kita semua
Alhamdulillah