ustadz riksuhadi
Pena Babussalam, Suatu ketika ada orang bertanya kepada rasulullah.
يَا رَسُولَ اللَّهِ أَخْبِرْنِي بِعَمَلٍ يُدْخِلُنِي الْجَنَّةَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَعْبُدَ اللَّهَ وَلَا تُشْرِكَ بِهِ شَيْئًا وَتُقِيمَ الصَّلَاةَ وَتُؤْتِيَ الزَّكَاةَ وَتَصِلَ الرَّحِمَ
“Ya Rasulallah beritahukan kepadaku akan suatu amalan yang bisa memasukkan aku ke surga.” Rasulullah menjawab: “engkau sembahlah Allah dan jangan engkau sekutukan Allah dengan sesuatupun. Engkau dirikanlah shalat, tunaikan zakat dan sambung silaturrahim“. ( HR. Nasai ).
Jawaban pertama Rasulullah adalah : “Engkau sembahlah Allah dan jangan engkau pernah menyekutukan Allah dengan apapun “
Di zaman mutakhir ini banyak manusia yang sudah melampaui batas dalam hal kecintaan, rasa takut dan ketaatannya kepada selain Allah. Padahal menurut Ibnul Qoyyim, “segala sesuatu yang menyebabkan seorang hamba melebihi batasannya baik itu sesuatu yang di-ibadahi, dicintai dan ditaati, sesuatu itu telah menjadi Taghut“. Taghut inilah yang sering dijadikan tuhan selain Allah. Ada tuhan hawa nafsu, tuhan akal, tuhan jabatan, pekerjaan, harta, wanita, orang yang dikeramatkan dijadikan tuhan, dan ada juga penguasa yang dipertuhankan.
Di zaman mutakhir ini banyak orang yang lebih takut kepada orang–orang yg mereka keramatkan, dibandingkan terhadap ancaman Allah. Mereka lebih takut kepada penguasa yang dholim dibandingkan kepada siksa kubur.
Di zaman mutakhir ini orang lebih takut kehilangan jabatan yang sangat dicintainya dibandingkan melanggar aturan agama. Mereka lebih rela melakukan pelanggaran agama asal jabatan dan kedudukannya tidak bergeser atau jatuh ke tangan orang lain.
Mereka lebih cinta kepada harta, bisnis keduniaan, kepada istri, kepada keluarga dibanding cintanya kepada Allah SWT. Padahal Allah memperingatkan dalam ayat Qs. At-Taubah : 24
قُلْ إِنْ كَانَ آَبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُمْ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا حَتَّى يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ
“Katakanlah: “jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.” Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik”.
Begitu pentingnya persoalan keimanan dan ketauhidan ini sehingga rasulullah menempatkan pada urutan pertama syarat masuk surganya seseorang.
Yang kedua adalah : ”Engkau tegakkanlah shalat”
Menegakkan shalat berarti melakukan shalat dengan ikhlas, khusyuk dan benar sesuai yang dituntunkan rasulullah.
Menegakkan shalat tidak hanya berupa gerakan belaka tetapi ada yang kita baca, yang kita dialogkan dengan Allah SWT, yang itu harus tetap teraplikasi pada sikap dan perbuatan kita setiap saat ketika kita berada di luar-luar waktu shalat. sehingga pelaku shalat yang baik dan benar akan terhindar dari berbagai macam sikap dan prilaku keji dan munkar. sebagaimana Firman Allah SWT.
وَأَقِمِ الصَّلَاةَ إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ
“dan dirikanlah shalat sesungguhnya shalat itu mencegah perbuatan fahsya dan munkar” ( QS. Al-Ankabut : 45 ).
Di zaman ini banyak orang melakukan shalat tetapi belum sampai pada esensi shalat yang baik dan benar. Belum mampu menegakkan dan menterjemahkan shalatnya kedalam kehidupan sehari-hari. Sehingga tidaklah mengherankan jika ada orang yang shalatnya rajin, berjamaahnya rajin, tetapi mereka masih juga rajin berbuat kerusakan, hasad, manipulasi, korupsi, dan lain sebagainya.
Pelaku shalat yang baik dan benar akan jauh dari segala bentuk kemungkaran dan kekejian. Kalau dalam sebuah rumah tangga misalnya, pengamalan shalatnya sudah mencapai esensi shalat yang benar dan baik, tentu rumah tangga yang seperti ini anggota keluarganya akan jauh dari berbagi prilaku keji dan mungkar. Demikian halnya dengan sebuah masyarakat yang terdiri dari kumpulan keluarga pelaku shalat yang benar, tentu akan tercipta suatu tatanan masyarakat yang beradab, bermoral dan bermartabat, dan jauh dari berbagai bentuk kekejian dan kemungkaran. Demikin seterusnya pada tingkatan berikutnya.
Ketiga adalah : “Engkau tunaikan zakat”
Ada kurang lebih 26 ayat yang tersebar diberbagai surat tentang perintah shalat yang selalu bergandeng dengan perintah menunaikan zakat, diantaranya berikut ini:
1. Al –baqarah :43
وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآَتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ
“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku’ ”
وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآَتُوا الزَّكَاةَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan taatlah kepada rasul, supaya kamu diberi rahmat”. (QS. An-Nur : 56)
الَّذِينَ يُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَهُمْ بِالْآَخِرَةِ هُمْ يُوقِنُونَ
“(yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka yakin akan adanya negeri akhirat”. ) QS. Luqman :4 )
Ayat – ayat ini menunjukkan bahwa kewajiban menunaikan zakat adalah sama kedudukannya dengan kewajiban melaksanakan shalat.
Namun masih banyak orang yang sudah terkena wajib zakat belum juga sadar zakat. Belum sadar bahwa didalam hartanya terdapat hak orang lain, ada hak fakir dan miskin, ada hak fiisabililah dan lain lain.
Prinsip zakat bukanlah sekedar memberi makan kepada fakir miskin sekali makan kemudian habis, tetapi konsep zakat yang benar adalah yang berkesinambungan, yang terkelola dengan baik dan benar, sehingga si Mustahiq ditahun-tahun mendatang bisa berubah menjadi Muzakki. Oleh karenanya kenapa Islam mengatur dalam zakat itu harus ada “Amil” (orang–orang yang bertugas mengurus dan mengelola zakat). Jika zakat bisa terkelola dengan baik dan benar, dengan konsep zakat pemberdayaan, maka zakat yang dikelola seperti ini tidak hanya berdampak pada pelaku zakat saja, namun akan mampu mengentas dan membersihkan kemiskinan sebagaimana makna zakat itu sendiri yang berarti suci, bersih, tumbuh dan berkembang biak.
Demikian juga zakat yg di kelola dengan baik oleh Amil, tidak hanya menyuburkan sifat-sifat kebaikan dalam hati muzakki saja, tetapi juga menyuburkan sifat-sifat kebaikan dalam diri mustahiq, karena sudah tidak ada lagi gap antara kaya dan miskin, tidak ada lagi perasaan iri dari simiskin kepada si kaya karena si kuat telah membantu yang lemah.
Ke-empat adalah : “Engkau sambunglah tali silaturrahim”
Menyambung tali kasih sayang, hubungan yang sedarah, senasab, dan menyambung hubungan yang retak sehingga menjadi harmonis dengan sanak famili kerebat dekat, adalah sangat dianjurkan dalam agama. Rasulullah bersabda:
ومن كان يؤمن بالله واليوم الآخر فليصل رحمه
“Dan siapa saja yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka sambunglah silaturrahimnya”. HR. Bukhari
Bahkan menyambung tali silaturrahim dapat memanjangkan usia dan meluaskan rizki sebagaimana sabda Nabi saw:
مَنْ سَرَّهُ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ وَأَنْ يُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
“Barang siapa yang ingin diluaskan rizkinya dan dipanjangkan umurnya maka sambung tali silaturrahim“ ( HR. Bukhari ).
Memutus silaturrahim dapat menyebabkan tertundanya pencatatan amal shalih dan penghapusan dosa-dosa, sebagaimana sabda Rasulullah saw :
تُعْرَضُ أَعْمَالُ النَّاسِ فِي كُلِّ جُمُعَةٍ مَرَّتَيْنِ يَوْمَ الِاثْنَيْنِ وَيَوْمَ الْخَمِيسِ فَيُغْفَرُ لِكُلِّ عَبْدٍ مُؤْمِنٍ إِلَّا عَبْدًا بَيْنَهُ وَبَيْنَ أَخِيهِ شَحْنَاءُ فَيُقَالُ اتْرُكُوا أَوْ ارْكُوا هَذَيْنِ حَتَّى يَفِيئَا
“Amal-amal manusia diperiksa dihadaapan Allah dalam setiap pekan (jumu’ah) dua kali, yaitu pada hari senin dan kamis. Maka semua hamba yang beriman terampuni dosanya, kecuali seorang hamba yang antara dia dan saudaranya terjadi permusuhan”, maka dikatakan “tinggalkan atau tunda keduanya ini sampai keduanya berbaikan “ HR. Muslim.
Penulis : Ustadz Riksuhadi
Editor : Fajar Andrianto