prof maksum radji
Isra Mi’raj merupakan salah satu peristiwa penting bagi umat Islam. Sebab pada peristiwa ini Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam mendapat perintah untuk menunaikan shalat lima waktu sehari semalam. Isra’ adalah perjalanan Nabi Muhammad pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil ‘Aqsa atau Baitul Maqdis di Palestina, kemudian menuju ke al Arsy (Sidrathul Munthaha) untuk menghadap Allah Ta’ala.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
سُبْحٰنَ الَّذِيْۤ اَسْرٰى بِعَبْدِهٖ لَيْلًا مِّنَ الْمَسْجِدِ الْحَـرَا مِ اِلَى الْمَسْجِدِ الْاَ قْصَا الَّذِيْ بٰرَكْنَا حَوْلَهٗ لِنُرِيَهٗ مِنْ اٰيٰتِنَا اِنَّهٗ هُوَ السَّمِيْعُ الْبَصِيْرُ
“Maha Suci (Allah), yang telah memperjalankan hamba-Nya (Muhammad) pada malam hari dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar, Maha Melihat.” (QS. Al-Isra’ 17: Ayat 1).
Adapun Hadits-hadits nya adalah,
Pertama,
Dari Anas bin Malik Anas bin Malik menuturkan bahwa pada malam diperjalankannya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dari Masjidil Haram, datanglah kepada beliau tiga orang saat sebelum turunnya wahyu. Sedangkan Rasulullah pada waktu itu sedang tidur di Masjidil Haram. Kemudian berkatalah orang yang pertama, “Siapakah dia ini?” Kemudian orang kedua menjawab, “Dia adalah orang yang terbaik di antara mereka (kaumnya).” Setelah itu berkatalah orang ketiga, “Ambillah orang yang terbaik itu.”
Pada malam itu Nabi tidak mengetahui siapa mereka, sehingga mereka datang kepada Nabi di malam yang lain dalam keadaan matanya tidur sedangkan hatinya tidak tidur. Demikianlah para Nabi, meskipun mata mereka terpejam, namun hati mereka tidaklah tidur.
Sesudah itu rombongan tadi tidak berbicara sedikitpun kepada Nabi hingga mereka membawa Nabi dan meletakkannya di sekitar sumur Zamzam. Di antara mereka ada Malaikat Jibril yang menguasai diri Nabi, lalu Jibril membelah bagian tubuh, antara leher sampai ke hatinya, sehingga kosonglah dadanya. Sesudah itu Jibril mencuci hati Nabi dengan air Zamzam dengan menggunakan tangannya, sehingga bersihlah hati beliau. Kemudian Jibril membawa bejana dari emas yang berisi iman dan hikmah. Kemudian dituangkanlah isi bejana itu memenuhi dada beliau dan urat-urat tenggorokannya lalu ditutupnya kembali.” (HR Al-Bukhari)
Kedua
Dari Sha’sha’ah bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tiba-tiba datang kepadaku seseorang (Jibril). Kemudian ia membedah dan mengeluarkan hatiku. Setelah itu dibawalah kepadaku bejana yang terbuat dari emas yang penuh dengan iman, lalu ia mencuci hatiku. Setelah itu menuangkan isi bejana itu kepadaku. Kemudian hatiku dikembalikannya seperti sediakala.” (HR Al-Bukhari).
Ketiga
Hadis Riwayat Ahmad dari Anas bin Malik Dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Didatangkan kepadaku Buraq, yaitu binatang putih lebih besar dari himar, dan lebih kecil dari bigal. Ia melangkahkan kakinya sejauh pandangan mata. Kemudian saya mengendarainya, lalu ia membawaku sehingga sampai ke Baitul Makdis. Kemudian saya mengikatnya pada tempat para nabi mengikatkan kendaraannya. Kemudian saya salat dua rakaat di dalamnya, lalu saya keluar. Kemudian Jibril membawa kepadaku sebuah bejana yang berisi minuman keras (khamar) dan sebuah lagi berisi susu; lalu saya pilih yang berisi susu, lantas Jibril berkata, “Engkau telah memilih fitrah sebagai pilihan yang benar.” (HR Ahmad)
Keempat
Dari Ibnu Abbas menjelaskan tentang firman Allah pada Surat An-Najm yang mengisahkan peristiwa Miraj ke Sidratul Muntaha. Allah berfirman:
وَلَقَدْ رَآهُ نَزْلَةً أُخْرَى . عِنْدَ سِدْرَةِ الْمُنْتَهَى
Sesungguhnya Muhammad telah melihat-Nya pada waktu yang lain, (yaitu) di Sidratul Muntaha.” (QS An-Najm ayat 13-14).
Ibnu Abbas menjelaskan tentang ayat ini: “Beliau melihat Rabb nya dan mendekat. Sehingga jaraknya seperti dua busur atau lebih dekat.” (HR Tirmidzi).
Kelima
Riwayat tentang perjalanan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan diangkatnya ke langit untuk bertemu langsung dengan Allah dan menerima perintah kewajiban shalat di lima waktu tertulis dalam Kitab Hadis Sahih, Imam Muslim.
Yaitu seekor binatang yang tubuhnya seperti kuda dan berwarna putih, ia mempunyai sayap dan mempunyai ekor burung merak. Di setiap langit Nabi Muhammad bertemu Nabi. Di langit pertama Nabi Muhammad bertemu Nabi Adam, Di langit kedua Rasulullah bertemu dengan Nabi Isa dan Nabi Yahya, Di langit ketiga Rasulullah bertemu dengan Nabi Yusuf, Di langit keempat Rasulullah bertemu dengan Nabi Idris, Di langit kelima Rasulullah bertemu dengan Nabi Harun, Di langit keenam Rasulullah bertemu dengan Nabi Musa, Di langit ke tujuh Rasulullah bertemu dengan Nabi Ibrahim, dia sedang berada dalam keadaan menyandar di Baitul Makmur. Keluasannya setiap hari bisa memasukkan tujuh puluh ribu malaikat.
Setelah keluar, mereka tidak kembali lagi kepadanya (Baitulmakmur). Kemudian aku dibawa ke Sidratul Muntaha. Daun-daunnya besar seperti telinga gajah dan ternyata buahnya sebesar tempayan.” Beliau bersabda: “Ketika dia menaikinya dengan perintah Allah, maka sidrah muntaha berubah.
Tidak seorang pun dari makhluk Allah yang mampu menggambarkan keindahannya karena indahnya. Lalu, Allah memberikan wahyu dengan mewajibkan shalat lima puluh waktu sehari semalam.
Lalu aku turun dan bertemu Nabi Musa alaihi salam, dia bertanya, ‘Apakah yang telah difardhukan oleh Tuhanmu kepada umatmu? ‘ Beliau bersabda: “Shalat lima puluh waktu’. Nabi Musa berkata, ‘Kembalilah kepada Tuhanmu, mintalah keringanan karena umatmu tidak akan mampu melaksanakannya.
Aku pernah mencoba Bani Israil dan menguji mereka’. Dia bersabda: “Aku kembali kepada Tuhan seraya berkata, ‘Wahai Tuhanku, berilah keringanan kepada umatku’. Lalu Allah subhanahu wa ta’ala. mengurangkan lima waktu shalat’. Lalu aku kembali kepada Nabi Musa dan berkata, ‘Allah telah mengurangkan lima waktu salat dariku’. Nabi Musa berkata, ‘Umatmu tidak akan mampu melaksanakannya.
Kembalilah kepada Tuhanmu, mintalah keringanan lagi’. Beliau bersabda: “Aku masih saja bolak-balik antara Tuhanku dan Nabi Musa, sehingga Allah berfirman: ‘Wahai Muhammad! Sesungguhnya aku fardukan lima waktu sehari semalam. Setiap shalat fardhu dilipatgandakan dengan sepuluh kali lipat.
Maka itulah lima puluh shalat fardhu. Begitu juga barangsiapa yang berniat, untuk melakukan kebaikan tetapi tidak melakukanya, niscaya akan dicatat baginya satu kebaikan. Jika dia melaksanakannya, maka dicatat sepuluh kebaikan baginya. Sebaliknya, barang siapa yang berniat ingin melakukan kejahatan, tetapi tidak melakukannya, niscaya tidak dicatat baginya sesuatu pun.
Lalu, jika dia mengerjakannya, maka dicatat sebagai satu kejahatan baginya’. Aku turun hingga sampai kepada Nabi Musa, lalu aku memberitahu kepadanya. Dia masih saja berkata, ‘Kembalilah kepada Tuhanmu, mintalah keringanan’. Aku menjawab, ‘Aku terlalu banyak berulang-ulang kembali kepada Tuhanku, sehingga menyebabkan malu kepada-Nya’.” (HR. Muslim – Shahih Muslim, Kitab Iman, Bab Isra’ Rasulullah ke langit).
Jamaah rahimakumullah,
Isra’ dan Mi’raj merupakan dua peristiwa yang berbeda. Dalam Isra’, Nabi Muhammad “diberangkatkan” oleh Allah dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa. Kemudian Mi’raj adalah Nabi Muhammad dinaikkan ke langit sampai ke Sidratul Muntaha yang merupakan tempat tertinggi. Di sini, Nabi Muhammad mendapat perintah langsung dari Allah. untuk menunaikan shalat lima waktu.
Bagi umat Islam, peristiwa Isra’ Mi’raj merupakan peristiwa yang sangat penting, karena ketika peristiwa ini shalat lima waktu diwajibkan, dan tidak ada nabi lain yang mendapat perjalanan sampai ke Sidratulmuntaha seperti yang dilakukan oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Adapun Hikmah dari Isra’ Mi’raj antara lain adalah:
1.Bukti Kekuasaan Allah Ta’ala.
Orang-orang yang mendustakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada kisah Isra dan menganggapnya aneh, mereka lupa tentang sesuatu yang penting yang dikemukakan pada ayat yang Allah Ta’ala firmankan,
سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَىٰ بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آيَاتِنَاۚ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
“Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al-Masjidil Haram ke Al-Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. Al-Isra’: 1).
Allah Ta’ala yang mengisrakan hamba-Nya–Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah mengatakan bahwa ia melakukan atas kemauannya sendiri. Orang yang mengingkari isra’ dan menganggap aneh sesungguhnya ia telah menyerang dan menyangkal kekuasaan Allah bukan kekuasaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Allah telah memperlihatkan sebagian tanda-tanda kebesaran dan kekuasaan-Nya.kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan hamba-Nya, sebagaimana firman-Nya dalam Al-Qur’an surat An Najm ayat 12, terdapat kata “Yaro” yang artinya “menyaksikan langsung”. Allah memperlihatkan sebagian tanda-tanda kebesaran-Nya itu secara langsung, karena pada saat itu dakwah Nabi sedang pada masa sulit, penuh duka cita.
Oleh karena itulah pada peristiwa tersebut Nabi Muhammad juga dipertemukan dengan para nabi sebelumnya hal ini merupakan bukti nyata adanya ikatan yang kuat antara Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan nabi-nabi terdahulu.
Rasulullah bersabda, “Perumpamaan aku dengan nabi sebelumku adalah seperti seorang laki-laki yang membangun sebuah bangunan, lalu ia memperindah dan mempercantik bangunan itu, kecuali satu tempat batu bata di salah satu sudutnya. Ketika orang-orang mengitarinya, mereka kagum dan berkata, “Alangkah indahnya, jika batu batu ini diletakkan?” Akulah batu bata itu, dan aku adalah penutup para nabi.” (HR Bukhari dan Muslim).
Dalam hadits shahih lainnya diriwayatkan, Rasulullah mengimami para nabi dan rasul terdahulu dalam shalat jamaah dua rakaat di Masjidil Aqsha. Kisah ini menunjukkan pengakuan bahwa Islam adalah agama Allah terakhir yang diamanatkan kepada manusia. Agama yang mencapai kesempurnaannya di tangan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
2. Perjalanan Isra Mi’raj, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membawa pesan dan perintah shalat lima waktu. Sungguh merugi orang yang shalat, namun ia tidak dapat merasakan manfaatnya. Sebagaimana firman Allah Ta’ala, “Maka, kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat. (Yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya.” (QS al-Ma’un [107]: 4-5).
3. Sabar dalam menghadapi segala ujian yang dihadapi. Setiap orang akan mendapat ujian, dan mereka yang bersabar akan lulus ujian. Ujian bertubi-tubi yang Allah berikan ini agar Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam berakhir dengan hikmah dengan adanya peristiwa isra’ mi’raj. Manusia tidak boleh berputus asa dari Rahmat Allah Ta’ala. Semua kejadian dalam kehidupan ini jangan sampai membuat manusia terpuruk hingga ingin menyerah. Jiwa manusia tak boleh runtuh sebelum ruh lepas dari jasadnya.
4. Isra’nya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ke Baitul Maqdis kemudian Mi’rajnya ke langit merupakan bukti bahwa masjid tersebut memiliki kedudukan yang penting dan strategis yang harus dipahami oleh umat Islam di mana pun, akan keberadaan Masjid Al-Aqsha karena juga merupakan kiblat yang pertama.
Dalil yang menunjukkan kemuliaan Masjid Al-Aqsha antara lain adalah,
Dari Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba di Madinah, lantas beliau shalat selama tujuh belas bulan menghadap Baitul Maqdis. Kemudian turunlah firman Allah,
قَدْ نَرَى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِى السَّمَاءِ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَاهَا فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَحَيْثُ مَا كُنْتُمْ فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ
“Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al-Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Rabbnya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.” (QS. Al-Baqarah: 144). Maka ketika itu Allah memerintahkan untuk menghadap Makkah. (HR. Ahmad).
Tentang sejarah Baitul Maqdis dan Masjidil Haram disebutkan dalam hadits berikut ini.
عَنْ أَبِى ذَرٍّ قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَىُّ مَسْجِدٍ وُضِعَ فِى الأَرْضِ أَوَّلُ قَالَ الْمَسْجِدُ الْحَرَامُ .قُلْتُ ثُمَّ أَىٌّ قَالَ الْمَسْجِدُ الأَقْصَى. قُلْتُ كَمْ بَيْنَهُمَا قَالَ أَرْبَعُونَ سَنَةً وَأَيْنَمَا أَدْرَكَتْكَ الصَّلاَةُ فَصَلِّ فَهُوَ مَسْجِدٌ
Dari Abu Dzarr radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Aku berkata, ‘Wahai Rasulullah masjid mana yang pertama kali ada di muka bumi?’ Jawab beliau, ‘Masjidil Haram.’ Aku berkata, ‘Terus masjid apa lagi setelahnya?’ Jawab beliau, ‘Masjidil Aqsha.’ Aku bertanya, ‘Berapa jarak antara keduanya?’ Beliau menjawab, ‘Sekitar empat puluh tahun. Tempat mana saja yang engkau dapati untuk shalat, maka shalatlah karena itu masjid.’” (HR. Muslim).
5. Hikmah Isra’ sebelum Mi’raj lainnya adalah keinginan untuk memperlihatkan kebenaran bagi orang-orang yang tidak mempercayainya. Seandainya dimi’rajkan terlebih dahulu dari Makkah ke langit, maka tidak ada peluang bagi para pembakang untuk meminta penjelasan. Ketika beliau menceritakan bahwa beliau diisra’kan ke Baitul Maqdis, mereka pun menanyakan detailnya, karena mereka pernah melihatnya dan mereka mengetahui bahwa beliau belum pernah melihatnya. Namun, ketika beliau menceritakan, terbuktilah kebenaran ceritanya tentang Isra ke Baitul Maqdis. Apabila berita tersebut benar, maka benarlah semua cerita beliau. (Fath Al-Bari, 7:200-201).
Maha benar Allah dengan segala firman-Nya.
Semoga Allah senantiasa melimpahkan taufik dan hidayah-Nya bagi kita semua dan semoga kita dapat mengambil hikmah dari peristiwa Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Aamiin Ya Rabbal Aalamin.
*). Disarikan dari berbagai sumber.
Penulis : Prof Maksum Radji
Editor : Fajar Andrianto