بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم.
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
اَلْحَمْدُ ِللهِ الَّذِي هَدَانَا لِهٰذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلَا أَنْ هَدَانَا اللّٰهُ ، اَشْهَدُ اَنْ لۤا اِلٰهَ اِلَّا اللهُ وَاحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ، وَ اَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، لَا نَبِيَّ بَعْدَهُ
Jamaah rahimakumullah,
Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman,
إِنَّمَا ٱلْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا۟ بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ ۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
“Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu (yang berselisih) dan bertaqwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat.” (QS. Al-Hujurat: Ayat 10).
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, bersabda:
“Sesungguhnya rahmat Allah tidak akan turun kepada suatu kaum yang di dalamnya ada orang yang memutuskan tali silaturahmi”. (HR. Bukhari).
Dalam suatu Hadits shahih dikisahkan bahwa pada suatu hari, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam sedang berkumpul dengan para sahabatnya.
Di tengah perbincangan dengan para sahabat, tiba-tiba Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam tertawa ringan sampai terlihat gigi depannya.
Umar r.a. yang ikut hadir, lantas bertanya: “Apa yang membuatmu tertawa wahai Rasulullah?”
Rasulullah menjawab: “Aku diberitahu Malaikat, bahwa pada hari kiamat nanti, ada dua orang yang duduk bersimpuh sambil menundukkan kepalanya di hadapan Allah Subhaanahu wa Ta’ala”.
Salah seorang mengadu kepada Allah sambil berkata: ‘Ya Rabb, ambilkan kebaikan dari orang ini untukku karena dulu ia pernah berbuat dzalim kepadaku’.
Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman:
“Bagaimana mungkin Aku mengambil kebaikan saudaramu ini, karena sudah tidak ada kebaikan di dalam dirinya sedikitpun?”
Orang itu berkata: “Ya Rabb, kalau begitu, biarlah dosa-dosaku dipikul olehnya”.
Sampai di sini, mata Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam berkaca-kaca. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam tidak mampu menahan tetesan airmatanya. Beliau menangis.
Lalu, beliau Rasulullah bersabda: “Hari itu adalah hari yang begitu mencekam, di mana setiap manusia ingin agar ada orang lain yang memikul dosa-dosa nya”.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam lantas melanjutkan kisahnya.
Kemudian Allah Subhaanahu wa Ta’ala berkata kepada orang yang mengadu tadi:
“Sekarang angkatlah kepalamu”.
Orang itu mengangkat kepalanya, lalu ia berkata: “Ya Rabb, aku melihat di depanku ada istana-istana yang terbuat dari emas, dengan puri dan singgasannya yang terbuat dari emas dan perak bertatahkan intan berlian. Istana-istana itu untuk Nabi yang mana, ya Rabb? Untuk orang shiddiq yang mana, ya Rabb? Untuk Syuhada yang mana, ya Rabb?”
Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman: “Istana itu diberikan kepada orang yang
mampu membayar harganya”.
Orang itu berkata: “Siapakah yang mampu membayar harganya, ya Rabb?”
Allah berfirman: “Engkau pun mampu membayar harganya”.
Orang itu terheran-heran, sambil berkata: “Dengan cara apa aku membayarnya, ya Rabb?”
Allah berfirman: “Caranya, engkau maafkan saudaramu yang duduk di sebelahmu, yang engkau adukan kedzalimannya kepada-Ku”.
Orang itu berkata: “Ya Rabb, kini aku memaafkannya”.
Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman: “Kalau begitu, gandeng tangan saudaramu itu, dan ajak ia masuk surga bersamamu”.
Setelah menceritakan kisah itu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda: “Bertaqwalah kalian kepada Allah dan hendaknya kalian saling berdamai dan memaafkan. Sesungguhnya Allah mendamaikan persoalan yang terjadi di antara kaum muslimin”.
(Kisah di atas terdapat dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam al-Hakim, dengan sanad yang shahih).
Jamaah rahimakumullah,
Amalan hati yang nilainya tinggi di hadapan Allah adalah meminta maaf, memberi maaf, dan saling memaafkan serta mempererat tali silaturrahmi. Silaturahmi bukan sekadar budaya, tetapi merupakan ajaran Islam yang harus dijalankan oleh umatnya. Mengikat tali persahabatan ini sangat penting karena Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melarang umatnya memutuskan tali silaturahmi.
Lantas apa saja keutamaaan silaturrahmi bagi umat Muslim.
Pertama, merupakan akhlak terpuji dan memperluas persaudaraan.
Orang-orang yang menyambung tali bersilaturahmi akan lebih banyak mengenal sahabat atau saudara lainnya dan dapat menjadikannya sebagai insan yang mulia.
Menyambung tali silaturahmi merupakan akhlak terpuji yang dicintai Allah Subhaanahu wa Ta’ala.
Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam yang diriwayatkan oleh Imam Ali bahwa Rasulullah bersabda, ”Maukah kalian saya tunjukkan perilaku akhlak termulia di dunia dan di akhirat? maafkan orang yang pernah menganiayaimu, sambung silaturahim orang yang memutuskanmu dan berikan sesuatu kepada orang yang telah melarang pemberian untukmu”. (HR. Imam Ali).
Kedua, melapangkan rezeki.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda: dari Anas r.a menuturkan bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam juga bersabda, “Siapa yang ingin dilapangkan rezekinya dan diabadikan namanya maka hendaklah ia menyambung tali kasih sayang (silaturahmi)”. (HR. Bukhari).
Ketiga, menjaga kerukunan.
Mempererat tali silaturahmi dan saling memaafkan juga dapat menjaga kerukunan dan keharmonisan dengan sesama. Momentum saling memaafkan saat bersilaturahmi dapat membuat hubungan menjadi erat dan rukun. Pasalnya setiap manusia tidak akan pernah lepas dari kesalahan dan dosa, sehingga sudah barang tentu seseorang akan minta maaf dan saling memaafkan.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melarang seseorang yang pendendam yang tidak mau saling memaafkan dan memutus tali silaturrahmi.
Rasulullah bersabda, “Tak akan masuk surga pemutus tali silaturahmi” (HR. Bukhari dan Muslim).
Oleh sebab itu, janganlah menghapus persaudaraan hanya karena sebuah kesalahan, namun hapuslah kesalahan demi berlanjutnya hubungan persaudaraan.
Semoga Allah senantiasa melimpahkan rahmat-Nya bagi kita semua dan semoga kita bersama-sama masuk syurga-Nya Allah Subhaanahu wa Ta’ala.
Aamiin Yaa Rabbal Aalamiin.
*) Disarikan dari beberapa sumber.
Penulis:Prof.Maksum Radji