Seputar Safar

ustadz Riksuhadi

 

Pena Babussalam, Safar berasal dari bahasa arab  dari kata ( سفر يسفر سفورا  ) yang berarti bepergian. Orangnya disebut musafir.

Secara syariat safar adalah orang yang keluar dari tempat tinggal kampung halamannya untuk melakukan perjalanan menuju suatu tempat dengan niat atau tujuan yang baik .

Rasulullah SAW menyatakan bahwa bepergian atau safar merupakan bagian siksaan. Di samping resiko lapar, dahaga, dan kurang istirahat, di dalam perjalanan juga terdapat resiko kecelakaan yang dapat menyebabkan terluka atau bahkan meninggal dunia. Oleh karena itu, seorang muslim harus mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya dan menjadikan setiap kepergiannya sebagai bagian dari amal saleh.

Adab Safar

Seorang muslim yang melakukan safar hendaknya mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya dengan meluruskan niat bahwa perjalan yang akan dilakukannya adalah dengan tujuan yang baik untuk beramal shalih dan bukan dalam rangka bermaksiat kepada Allah .

Ada beberapa tuntunan yang diajarkan Rasulullah saat akan bepergian diantaranya :

1.Berpamitan

Berpamitan kepada sanak keluarga saat akan bepergian merupakan kebaikan karena bisa saling mendoakan dan saling berpesan untuk kemudahan yang akan bepergian dan yang ditinggalkan.

عَنْ مُوسَى بْنِ وَرْدَانَ قَالَ قَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ لِرَجُلٍ تَعَالَ أُوَدِّعْكَ كَمَا وَدَّعَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوْ كَمَا وَدَّعَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اسْتَوْدَعْتُكَ اللَّهَ الَّذِي لَا يُضَيِّعُ وَدَائِعَهُ

Dari Musa bin Wardan berkata; Abu Hurairah berkata kepada seorang laki-laki: “Kemarilah, saya akan mengucapkan selamat tinggal (berpamitan) kepadamu sebagaimana Rasulullah SAW mengucapkan selamat tinggal kepadaku, atau sebagaimana Rasulullah SAW mengucapkan selamat tinggal; aku titipkan engkau kepada Allah yang tidak menyia-nyiakan titipanNya” ( kitab Musnad Ahmad bin Hambal)

 

 2.Berdo’a saat keluar rumah

Memohon dan berserah diri kepada Allah saat melakukan perjalanan agar mendapatkan perlindungan-Nya selama dalam perjalan dengan mengucapkan:

بِسْمِ اللَّهِ تَوَكَّلْتُ عَلَى اللَّهِ لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّه

“Dengan nama Allah, aku bertawakal kepada Allah, tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan izin Allah”

Ini berdasar hadits yang diriwayatkan Abu Daud : “dari Anas bin Malik bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Jika seorang laki-laki keluar dari rumahnya lalu mengucapkan: ‘BISMILLAHI TAWAKKALTU ‘ALAALLAHI LAA HAULA WA LAA QUWWATA ILLA BILLAH (Dengan nama Allah aku bertawakal kepada Allah, tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan izin Allah). ‘

قَالَ يُقَالُ حِينَئِذٍ هُدِيتَ وَكُفِيتَ وَوُقِيتَ فَتَتَنَحَّى لَهُ الشَّيَاطِينُ فَيَقُولُ لَهُ شَيْطَانٌ آخَرُ كَيْفَ لَكَ بِرَجُلٍ قَدْ هُدِيَ وَكُفِيَ وَوُقِيَ

Beliau bersabda: “Maka pada saat itu akan dikatakan kepadanya, ‘Kamu telah mendapat petunjuk, telah diberi kecukupan dan mendapat penjagaan’, hingga setan-setan menjauh darinya. Lalu setan yang lainnya berkata, “Bagaimana (engkau akan menggoda) seorang laki-laki yang telah mendapat petunjuk, kecukupan dan penjagaan.” [HR. Abu Daud ].

 

3.Saat di kendaraan duduk ditempat yang disediakan

Pada saat telah siap di atas kendaraan (misalnya sepeda motor, mobil, kereta api, pesawat terbang, atau kendaraan lainnya ) hendaklah bertakbir 3 kali dan berdoa:

سُبْحَانَ الَّذِي سَخَّرَ لَنَا هَذَا وَمَا كُنَّا لَهُ مُقْرِنِينَ وَإِنَّا إِلَى رَبِّنَا لَمُنْقَلِبُونَ اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ فِي سَفَرِنَا هَذَا الْبِرَّ وَالتَّقْوَى وَمِنْ الْعَمَلِ مَا تَرْضَى اللَّهُمَّ هَوِّنْ عَلَيْنَا سَفَرَنَا هَذَا وَاطْوِ عَنَّا بُعْدَهُ اللَّهُمَّ أَنْتَ الصَّاحِبُ فِي السَّفَرِ وَالْخَلِيفَةُ فِي الْأَهْلِ اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ وَعْثَاءِ السَّفَرِ وَكَآبَةِ الْمَنْظَرِ وَسُوءِ الْمُنْقَلَبِ فِي الْمَالِ وَالْأَهْلِ

“Ya Allah, sesungguhnya kami memohon kebaikan dan takwa dalam perjalanan ini, kami mohon perbuatan yang Engkau ridhai. Ya Allah, permudahkanlah perjalanan kami ini, dan dekatkanlah jaraknya bagi kami. Ya Allah, Engkaulah pendampingku dalam bepergian dan mengurusi keluarga. Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kelelahan dalam bepergian, pemandangan yang menyedihkan dan kepulangan yang buruk dalam harta dan keluarga” [HR. Muslim ].

 

4. Berdzikir selama dalam perjalanan

Isi perjalanan dengan banyak mengingat Allah misalnya dengan bertasbih, tahmid , tahlil, takbir , membaca al-Qur’an , dan hal-hal baik lainnya yang bisa mungkin untuk dilakukan agar perjalanan bernilai ibadah kepada Allah.

Diantara dzikir yang pernah diajarkan oleh Rasulullah sebagaimana disampaikan oleh Abu Darda’, dia berkata; Rasulullah SAW bersabda kepadaku: “hendaknya kamu selalu mengucapkan:

سُبْحَانَ اللَّهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ وَلَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاللَّهُ أَكْبَرُ

“Maha suci Allah, dan segala pujian bagi Allah, dan tidak ada ilah kecuali Allah dan Allah Maha besar”

Kalimat tersebut akan menggugurkan kesalahan-kesalahan sebagaimana pohon menjatuhkan dedaunannya” [HR. Ibnu Majah].  

Disebutkan bahwa kalimat zikir tersebut menghapus dosa, meskipun dosanya sebanyak buih di lautan. Rasulullah juga mengajarkan setiap melewati jalanan naik, membaca :

 اللهُ اَكْبَر  (Allahu Akbar) dan melewati jalan menurun membaca سُبْحَانَ الله (subhanallah) [HR. Abu Daud].

Kebiasaan Rasulullah adalah berdzikir setiap saat ada waktu Rasulullah SAW tidak pernah lalai dalam berdzikir.  Dari al-Aghar al-Muzanni (salah seorang sahabat Rasulullah SAW), mengatakan :

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّهُ لَيُغَانُ عَلَى قَلْبِي وَإِنِّي لَأَسْتَغْفِرُ اللَّهَ فِي الْيَوْمِ مِائَةَ مَرَّةٍ

Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya hatiku tidak pernah lalai dari dzikir kepada Allah, sesungguhnya Aku beristighfar seratus kali dalam sehari” [HR. Muslim ].

 

5.Melaksanakan Shalat Fardhu dengan Jamak Qashar selama dalam perjalanan

 

Bagi Musafir telah mendapatkan keringanan ( rukhshoh ) dalam melaksanakan shalat fardhu dengan cara jamak qashar, yakni shalat Dzuhur dijamak dengan Ashar menjadi 2 rakaat 2 rakaat; dan shalat Maghrib dijamak dengan Isya’, di mana shalat Maghrib tetap 3 rakaat, dan Isya’ menjadi 2 rakaat.

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ فَرَضَ اللَّهُ تَعَالَى الصَّلَاةَ عَلَى لِسَانِ نَبِيِّكُمْ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْحَضَرِ أَرْبَعًا وَفِي السَّفَرِ رَكْعَتَيْنِ وَفِي الْخَوْفِ رَكْعَةً

“Dari Ibnu Abbas, dia berkata: “Allah Ta’ala telah mewajibkan shalat lewat lisan Nabi kalian ketika menetap (tidak bepergian) sebanyak empat rakaat, di waktu bepergian dua raka’at dan dalam kondisi takut (dalam Perang) satu raka’at” [HR. Abu Daud]

 

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ سَافَرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَفَرًا فَصَلَّى تِسْعَةَ عَشَرَ يَوْمًا رَكْعَتَيْنِ رَكْعَتَيْنِ قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ فَنَحْنُ نُصَلِّي فِيمَا بَيْنَنَا وَبَيْنَ تِسْعَ عَشْرَةَ رَكْعَتَيْنِ رَكْعَتَيْنِ فَإِذَا أَقَمْنَا أَكْثَرَ مِنْ ذَلِكَ صَلَّيْنَا أَرْبَعًا

Dari Ibnu Abbas, dia berkata: Rasulullah SAW melakukan safar (bepergian), kemudian Beliau melaksanakan shalat dua raka’at-dua raka’at selama sembilan belas hari. Ibnu Abbas berkata, sedangkan di antara kami melaksanakan dua raka’at-dua raka’at selama sembilan belas hari. Jika kami tinggal lebih lama dari itu, maka kami shalat empat raka’at” [HR. Tirmidzi ].

Ibnu Abbas menjelaskan bahwa ketika melakukan safar, Rasulullah selalu menjamak shalat.  Sebagaimana dijelaskan dalam hadis berikut ini:

أَلَا أُحَدِّثُكُمْ عَنْ صَلَاةِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي السَّفَرِ قَالَ قُلْنَا بَلَى قَالَ كَانَ إِذَا زَاغَتْ الشَّمْسُ فِي مَنْزِلِهِ جَمَعَ بَيْنَ الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ قَبْلَ أَنْ يَرْكَبَ وَإِذَا لَمْ تَزِغْ لَهُ فِي مَنْزِلِهِ سَارَ حَتَّى إِذَا حَانَتْ الْعَصْرُ نَزَلَ فَجَمَعَ بَيْنَ الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ وَإِذَا حَانَتْ الْمَغْرِبُ فِي مَنْزِلِهِ جَمَعَ بَيْنَهَا وَبَيْنَ الْعِشَاءِ وَإِذَا لَمْ تَحِنْ فِي مَنْزِلِهِ رَكِبَ حَتَّى إِذَا حَانَتْ الْعِشَاءُ نَزَلَ فَجَمَعَ بَيْنَهُمَا

Artinya: “Maukah saudara-saudara saya beritakan perihal shalat Rasulullah saw sewaktu sedang bepergian? Kami menjawab, ya. Ibnu Abbas berkata: Apabila Rasulullah masih di rumah matahari telah tergelincir, beliau menjamak shalat Zuhur dengan Ashar sebelum berangkat, tetapi kalau matahari belum tergelincir, maka beliau berjalan hingga waktu salat Asar masuk, beliau pun berhenti dan menjamak shalat Zuhur dengan Asar. Begitu juga selagi beliau di rumah waktu Maghrib sudah masuk, beliau menjamak salat Magrib dengan Isya tetapi kalau waktu Magrib belum lagi masuk, beliau terus saja berangkat dan nanti kalau waktu Isya tiba, beliau pun berhenti untuk menjamak shalat Maghrib dan Isya.” [HR Ahmad].

 

Tentang kebiasaan Nabi melakukan jamak pada saat safar, juga dijelaskan oleh hadis yang diriwayatkan oleh sahabat Anas berikut ini:

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللهِ  صلى الله عليه وسلم إِذَا ارْتَحَلَ قَبْلَ أَنْ تَزِيغَ الشَّمْسُ أَخَّرَ الظُّهْرَ إِلَى وَقْتِ الْعَصْرِ ، ثُمَّ نَزَلَ فَجَمَعَ بَيْنَهُمَا ، فَإِنْ زَاغَتِ الشَّمْسُ قَبْلَ أَنْ يَرْتَحِلَ صَلَّى الظُّهْرَ ثُمَّ رَكِبَ]

 

 

“Dari Anas Ra, ia berkata: adalah Rasulullah saw. apabila bepergian sebelum matahari tergelincir, maka ia mengakhirkan shalat Dzuhur sampai waktu Ashar, kemudian ia berhenti lalu menjamak antara dua shalat tersebut, tetapi apabila matahari telah tergelincir (sudah masuk waktu Zuhur) sebelum ia pergi, maka ia melakukan salat Zuhur (dahulu) kemudian beliau naik kendaraan (berangkat)”. [HR. Bukhari dan Muslim]

Nabi selalu melakukan shalat dengan qashar. Sahabat Imran ibn Hushain meriwayatkan:

مَا سَافَرَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَفَرًا اِلاَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ حَتَّى يَرْجِعَ وَاِنَّهُ أَقَامَ بِمَكَّةَ زَمَانَ اْلفَتْحِ ثَمَانِيَ عَشْرَةَ لَيْلَةً يُصَلِّي بِالنَّاسِ رَكْعَتَيْنِ اِلاَّ اْلمَغْرِبَ ثُمَّ يَقُولُ يَا أَهْلَ مَكَّةَ قُومُوا فَصَلُّوا رَكْعَتَيْنِ أُخْرَيَيْنِ فَإِنَّا قَومٌ سَفْرٌ

“Rasulullah saw tidaklah bersafar melainkan mengerjakan shalat dua rakaat saja sampai beliau kembali dari safarnya dan bahwasanya beliau telah berada di Makkah pada waktu Fathu Makkah selama delapan belas malam, beliau mengerjakan shalat dengan para jamaah dua-dua rakaat kecuali shalat Maghrib, setelah itu beliau bersabda: Wahai penduduk Makkah shalatlah kamu sekalian dua rakaat lagi, karena sesungguhnya kami adalah or­ang yang sedang dalam safar” [HR Ahmad].

 

Shalat jum’at bagi musafir

Bagi orang yang melakukan perjalanan (safar), ia sebenarnya mendapatkan keringanan (rukhshah) untuk tidak menunaikan shalat Jumat, dan ia dapat menggantinya dengan shalat Zuhur.  ( Tarjih.or.id  ) . Sehingga apabila ia telah berniat menggantinya dengan shalat dhuhur maka selama dalam safar boleh menjamak dan mengqashar nya dengan shalat Ashar.

 

Bagaimana jika musafir pada hari jum’at mendapatkan masjid dan ia melaksanakan shalat jum’at,  bolehkah melaksanakan jama’ dengan shalat Ashar ?

 

Dalam hal orang yang memilih azmah (tetap melaksanakan salat Jumat) dan menyamarkannya dengan salat Asar, para ulama berbeda pendapat. Dari kalangan mazhab fikih, Mazhab al-Syafi’i, seperti dilaporkan oleh al-Nawawi dalam al-Majm­’, membolehkan ketika hujan dilakukan jamak antara salat Jumat dengan salat Asar. Sedangkan Mazhab Hanbali, , melarang dilakukan jamak. Perlu digaris bawahi bahwa baik pendapat yang membolehkan ataupun pendapat yang melarang sesungguhnya tidak lain adalah ijtihad. Bagi yang melarang, ijtihad tersebut dilandaskan pada kaidah “hukum asal dalam masalah ibadah adalah haram”; ketika tidak ada dalil yang mencontohkan, maka berarti jamak tidak boleh dilakukan.

Sedangkan bagi yang membolehkan, ijtihad dilandaskan pada hukum asal bolehnya jamak shalat bagi orang yang melakukan safar.

Berhadapan dengan dua pendapat di atas, sikap Majelis Tarjih dan Tajdid adalah merajihkan pendapat kedua, yaitu pendapat yang membolehkan salat Jumat dapat dijamak dengan salat Asar.

Terkait dengan pelaksanaannya secara takhir, Tarjih Muhammadiyah berpendapat  , shalat Jumat dijamak shalat Ashar hanya dapat dilakukan dengan taqdim (di waktu salat Jumat). Ketika dilakukan pada waktu Ashar (takhir), maka statusnya tidak lagi dihitung sebagai melakukan salat Jumat, namun sudah berubah menjadi jamak antara shalat Zuhur dan Asar.

 

 

6.Segera Kembali Setelah Selesai Urusan

setelah hajat safar telah terpenuhi atau segala urusan bepergian telah selesai dilakukan hendaknya segera kembali ke keluarga di  kampung halaman . rasulullah bersabda :

فَإِذَا قَضَى أَحَدُكُمْ نَهْمَتَهُ فَلْيُعَجِّلْ إِلَى أَهْلِهِ

Dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah SAW bersabda: … apabila salah seorang dari kalian telah menyelesaikan urusan (saat bepergian), hendaklah dia segera kembali kepada keluarganya” [HR. Bukhari].

 

 

 

Penulis : Ustadz Riksuhadi

Refrensi :  Tarjih.or.id dan berbagai sumber lainnya

 

 

Bagikan Postingan Ini :

Leave a Reply